RAKYAT45.com – Mantan Kepala Desa (Kades) Majanggut I Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat, Evendy Apuan Berasa mengakui telah melakukan pengelembungan (mark up) pada pengelolaan penggunaan keuangan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran (TA) 2016-2017.
Pria 38 tahun ini menyebut bahwa uang korupsi tersebut untuk diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan. “Iya pak, saya memang menggunakan uang itu untuk diberikan ke LSM dan wartawan,” sebut terdakwa Evendy Apuan Berasa di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (6/4) siang.
Sayangnya, terdakwa tidak menjelaskan secara rinci siapa LSM dan wartawan yang dimaksud. Yang jelas, lanjut Evendy, uang tersebut mengalir ke LSM dan wartawan. “Uangnya mengalir ke LSM dan wartawan,” cetusnya dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Akhmad Sayuti.
Selain itu, Evendy juga mengakui mengelola Dana Desa dan Alokasi Dana Desa tanpa melibatkan unsur lainnya. Alhasil, Laporan Pertanggungjawaban (LPj) tidak dibuat sebagaimana mestinya. “Saya pribadi mengelola dana desa itu. LPj juga saya buat sendiri,” ucap terdakwa.
Usai memberikan keterangan, majelis hakim memberikan waktu dua pekan agar terdakwa mengembalikan kerugian negara. Mendengar itu, Evendy sempat bingung. “Uangnya udah gak ada dan sudah habis. Tapi saya pikir-pikir mau rembuk dulu sama keluarga,” pungkas terdakwa.
Dalam dakwaan JPU Dawin S Gaja, terdakwa Evendy Apuan Berasa yang merupakan warga Dusun Natam Jehe Desa Majanggut I Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat itu didakwa telah melakukan pidana memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Awalnya, Desa Majanggut I Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat telah mendapat anggaran dari pemerintah sebesar Rp 1.269.516.183. Lalu, terdakwa bersama Helen Tumangger selaku Bendahara Desa melakukan penarikan uang sebesar Rp 781 juta. Uang tersebut diserahkan langsung kepada terdakwa.
“Pada tanggal 30 Desember 2016, Sarimala Berutu bersama terdakwa melakukan penarikan kemnali uang sebesar Rp 300 juta. Kemudian, dilakukan pemindahbukuan ke rekening terdakwa oleh Helen Tumangger dan Sarimala Berutu dengan membuat kwitansi penyerahan,” tandas JPU dari Kejari Dairi tersebut.
Penarikan dana sebesar Rp 1.022.000.000 pada tahun 2017 itu dikelola sendiri oleh terdakwa. Namun, tidak ada laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut. Seperti dana sebesar Rp 286.219.125 yang diperuntukan untuk kegiatan pengaspalan Jalan Dusun Kuta Rih TA 2017.
“Sedangkan pelaksanaan di lapangan hanya sebesar Rp 219.285.345. Lalu, dana sebesar Rp 255.749.205 untuk kegiatan pembangunan Kantor Kepala Desa TA 2017. Hanya direalisasikan sebesar Rp 141.754.991,” ujar Dawin.
Selanjutnya, dana sebesar Rp 194.050.500 untuk kegiatan Fasilitas Kelompok Tani dan hanya direalisasi pekerjaannya sebesar Rp 128.500.000. Kemudian, dana sebesar Rp 6.184.181 untuk kegiatan Penetapan RKPDes dan direalisasi hanya Rp.840.000, serta sejumlah item lain.
“Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian sekitar Rp 737,2 juta,” tandas JPU. Perbuatan terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Huruf b, ayat (2), ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasangtelinga.com