RAKYAT45.COM – Pihak keluarga korban menyebutkan terjadinya kejanggalan dalam penanganan kasus revenge porn di Pandeglang, Banten, yang viral di media sosial (medsos). Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyoroti sidang kasus tersebut.
Andi mengatakan pihak keluarga korban perlu menghubungi Komite Kejaksaan untuk melakukan pengawasan. Sebab, pihak korban tidak diperbolehkan memantau sidang. Pasalnya, menurut Andy, kehadiran pendamping dalam persidangan penting.
“Keluarga perlu menghubungi komite kejaksaan untuk melakukan pengawasan kenapa jaksa tidak membolehkan keluarga, kuasa hukum memantau sidang,” kata Andy kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).
“Kedua, hakimnya perlu diingatkan Perma 3 Tahun 2017 perlu ditegakkan. Kehadiran pendamping penting,” lanjutnya.
BACA JUGA: Ungkap Tindak Pidana Pornografi Dan UU ITE, Kapolresta: Tujuan Pelaku Untuk Mendapatkan Komisi
Andy mengatakan korban terlindung dari UU TPKS. Pihaknya pun menunggu keluarga korban untuk bisa mengadvoksi kasus yang dialami korban.
“Kasus ini setelah UU TPKS jadi korban terlindungi seperti diatur dalam UU TPKS. Komnas Perempuan nunggu laporan dari keluarga untuk bisa mengadvokasi korban,” ungkapnya.
Andy mengatakan tak ingin terjadi ketidakadilan dalam kasus tersebut. Dia pun meminta pihak korban melapor ke Komnas Perempuan untuk memberikan kronologi lebih jelasnya kasus tersebut.
Jangan sampai terjadi ‘no viral no justice’. Tolong lapor dulu ke Komnas Perempuan biar kami dapat kronologinya jelas,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kasus pemerkosaan dan penyebaran video porno seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten, viral di media sosial (medsos). Pihak keluarga korban menyebutkan terjadinya kejanggalan dalam penanganan kasus revenge porn tersebut.
BACA JUGA: Ajak Kaum Milenial Jadi Agen Perubahan, Lindungi Diri dan Sekitar dari Kekerasan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, mengomentari soal munculnya kesan persidangan tertutup. Menurutnya, sidang kasus asusila tidak digelar secara vulgar.
“Kenapa itu sifatnya tertutup, di samping UU ITE juga ada konten asusilanya jadi nggak bisa dibuka vulgar. Asusila itu kan nggak boleh dibuka secara umum sehingga oleh hakim dibikin sidangnya agak tertutup pada saat pemeriksaan,” kata Ketut Sumedana, tadi.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang, Helena, mengatakan dirinya tidak pernah mengusir keluarga korban dari persidangan. Hakim menetapkan sidang digelar tertutup karena ada materi asusila dalam persidangan.
BACA JUGA: Ciptakan Sekolah Yang Ramah Anak, Babinsa 03/Rts Hadiri Deklarasi
“Saat pengacara keluarga masuk, itu yang mengatur adalah hakim dan pengadilan, bukan dari jaksa. Kita tidak pernah mengusir, kami tidak pernah mengusir ataupun melarang masuk. Yang mengizinkan atau memberikan penetapan tetap hakim di pengadilan,” kata Helena, Senin (26/6) lalu.(detiknews)
Yuk! baca artikel menarik lainnya dari RAKYAT45.COM di GOOGLE NEWS