KPK Lanjutkan Menelusuri Aliran Dana Kasus Korupsi di Pemko Pekanbaru

Jakarta, Rakyat45.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mendalami dugaan aliran dana yang terkait dengan kasus korupsi yang menjerat mantan Penjabat Wali Kota (Wako) Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dan Sekretaris Kota (Sekko), Indra Pomi Nasution. Selain kedua pejabat tersebut, KPK juga mengungkap keterlibatan sejumlah pihak lainnya dalam kasus ini.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan penyidikan dan mengeksplorasi kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang turut menerima aliran dana ilegal. “KPK akan terus melakukan pengembangan, termasuk terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini,” kata Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (4/12).

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Senin (2/12), yang menargetkan Risnandar, Indra Pomi, serta tujuh orang lainnya, termasuk Plt Kepala Bagian (Kabag) Umum, Novin Karmila. Enam orang lainnya terlibat namun tidak diungkapkan secara rinci. KPK hanya menyebutkan beberapa inisial nama yang terlibat dalam kasus ini, seperti MU, SW, TS, RS, dan lainnya.

Novin Karmila diduga berperan penting dalam memanipulasi aliran uang terkait anggaran di Pemko Pekanbaru. Berdasarkan kronologi yang dirilis KPK, Novin bersama stafnya, MU dan Tengku Suhaila (TS), diduga melakukan pencatatan uang yang masuk dan keluar terkait pemotongan anggaran di Bagian Umum. Mereka juga diduga mentransfer uang kepada Risnandar dan Indra Pomi melalui ajudan Pj Wali Kota.

KPK berhasil menyita sejumlah uang yang diduga terkait dengan praktik korupsi ini. Pada Senin sore (2/12), KPK menerima informasi bahwa Novin Karmila berusaha menghancurkan bukti transfer uang sejumlah Rp300 juta kepada anaknya. Berdasarkan perintah Novin, seorang stafnya, RS, melakukan transfer uang tersebut.

Penyidik KPK kemudian mengamankan Novin Karmila dan seorang sopir yang mendampinginya di kediamannya di Pekanbaru, di mana mereka menemukan uang tunai sekitar Rp1 miliar. Selanjutnya, Risnandar Mahiwa bersama dua ajudannya, NAT dan MRM, diamankan di rumah dinas Wali Kota, di mana KPK menemukan uang tunai sekitar Rp1,39 miliar yang diduga berasal dari Novin.

Pada malam harinya, Risnandar meminta istrinya untuk menyerahkan uang sebesar Rp2 miliar kepada tim KPK di Jakarta. Di tempat terpisah, Indra Pomi juga diamankan di rumahnya di Pekanbaru, bersama uang tunai sekitar Rp830 juta yang juga diduga berasal dari Novin Karmila.

Indra Pomi mengungkapkan bahwa dari uang yang diterimanya, sekitar Rp150 juta telah diberikan kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru dan Rp20 juta diberikan kepada wartawan.

Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution, dan Novin Karmila sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pengelolaan anggaran di Pemko Pekanbaru. Ketiganya kini ditahan di Rutan Cabang KPK, Jakarta, untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 3 Desember 2024 hingga 22 Desember 2024.

Ghufron mengungkapkan bahwa total uang yang berhasil diamankan dalam OTT ini mencapai Rp6,8 miliar. “Kami mengamankan sembilan orang dalam operasi ini, dengan total uang yang disita sekitar Rp6,8 miliar,” tambahnya.

Modus operandi yang terungkap adalah pemotongan anggaran ganti uang (GU) untuk kepentingan Risnandar dan Indra Pomi, yang dilakukan sejak Juli 2024. Pemotongan ini sebagian besar terkait dengan pengeluaran untuk uang makan dan minum di Bagian Umum Setda Pemko Pekanbaru.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga berpotensi dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika hasil pengembangan penyidikan mengarah ke sana.

KPK menyatakan penangkapan ini menunjukkan bahwa praktik korupsi di Riau masih berlangsung, dan mereka berharap ini menjadi yang terakhir kalinya. “Kami berharap ke depan tidak ada lagi OTT yang berulang, khususnya di Riau dan Pekanbaru,” ujar Ghufron dengan penuh harap.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kejadian ini. Menurutnya, meskipun beberapa waktu lalu telah dilakukan pendidikan antikorupsi bagi pejabat, namun masih ada yang tergoda untuk melakukan tindak pidana korupsi. “Modus operandi ini adalah modus lama yang masih terjadi hingga kini,” ujar Alex.(RP)