Jakarta, Rakyat45.com – Rencana kebijakan Gubernur Jakarta terpilih Pramono Anung yang tidak akan memberikan izin aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Jakarta berpoligami, didukung dan disambut baik oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, Minggu (2/2/2025), rencana Pramono Anung tersebut sesuai dengan aturan perundang-undangan, seperti peraturan pelaksana UU Perkawinan yang menyebut izin dari pejabat, dalam hal ini pimpinan, adalah salah satu syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh ASN yang hendak beristri dari satu.
“Dalam hal ini, pernyataan Gubernur Jakarta tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, melainkan juga mempertimbangkan dampak dari perkawinan lebih dari satu istri bagi kehidupan warga, keluarga dan masyarakat pada umumnya,” ujarnya.
Komnas Perempuan mencatat, praktik poligami merupakan salah satu faktor penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan. Selain itu bisa merupakan salah satu bentuk kekerasan di dalam rumah tangga dan juga tindak pidana kejahatan terhadap perkawinan.
Perkawinan poligami, menurut Komnas Perempuan, kerap diawali dari perselingkuhan, yang mengakibatkan penderitaan psikologis dan juga penelantaran pada pasangan, termasuk dan tidak terbatas pada pemberian nafkah. “Tindakan serupa ini merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga, khususnya dalam bentuk kekerasan fisik dan penelantaran,” jelas Andy.
Dari 3.079 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan ke Komnas Perempuan sejak UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) disahkan, separuhnya adalah kasus kekerasan psikis. Sementara 16% adalah kasus penelantaran dan kekerasan ekonomi lainnya.
Praktik poligami berdasarkan temuan Komnas Perempuan seringkali sengaja tidak dicatatkan atau tidak prosedural karena dilakukan tanpa izin istri, tanpa izin atasan dan izin pengadilan.
“Praktik serupa ini bagi Komnas Perempuan merupakan tindak kejahatan perkawinan karena dengan sengaja tidak menginformasikan atau mengabaikan penghalang sah atas perkawinan lebih dari satu istri yang hendak dilakukan,” tegasnya.