Tanggamus, Rakyat45.com – Tokoh adat Marga Buay Nyata, M. Helmi yang bergelar Batin Pamuka Adat, menyatakan dukungan terhadap upaya penertiban lahan garapan tanah ulayat adat eks PT. TI oleh Dalom Azhari, S.H., yang merupakan perwakilan kelompok adat Marga Buay Belunguh.
Menurut Helmi, langkah tersebut merupakan niat baik untuk menjaga dan mengembalikan fungsi tanah ulayat sesuai kesepakatan adat. Ia mengingatkan bahwa pada tahun 2000, para pimpinan adat dari tiga marga—Buay Belunguh, Buay Nyata, dan Buay Turgak—pernah membentuk “Tim 20” untuk memperjuangkan hak atas tanah tersebut.
Namun, Helmi menegaskan perlunya pengecekan ulang terkait dugaan praktik jual-beli lahan di wilayah tersebut. “Saya meminta kepada Dalom Azhari dan pihak terkait untuk melakukan verifikasi ulang. Ada indikasi keserakahan dengan memperjualbelikan lahan demi keuntungan pribadi,” ujarnya.
Helmi juga menekankan pentingnya meluruskan kembali batas wilayah adat sesuai kesepakatan tahun 1966 saat Muhammad Khalil (Pangeran Ratu Marga) menjabat sebagai Kepala Negeri. Batas wilayah tersebut meliputi: utara berbatasan dengan kawasan hutan, selatan dengan Samudra Hindia, timur dengan Way Kerta, dan barat dengan Way Jelai. Saat ini, sebagian wilayah itu diklaim sebagai milik Marga Buay Belunguh jilid 2.
“Dua marga yang dulu ikut berjuang kini tidak lagi disebut. Ini bentuk keserakahan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Bisa masuk kategori kejahatan pertanahan,” tambahnya.
Helmi mengingatkan bahwa tanah ulayat memiliki perlindungan hukum khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan terkait. Setiap transaksi harus melalui prosedur resmi, termasuk persetujuan kepala adat dan masyarakat adat.
Sementara itu, Dalom Azhari menjelaskan perjuangan adat sudah berlangsung selama tiga dekade, melalui jalur politik, sidang di Mahkamah Agung, hingga Pengadilan Negeri Kalianda. “Semua dokumen ada pada saya. Dahulu PT. Tanjung Djati menyewa lahan dari Adat Buay Belunguh. Sertifikatnya juga ada. Jadi jelas, ada oknum yang memanfaatkan ini untuk kepentingan politik,” tegasnya.
Azhari berharap pemerintah dan instansi terkait mendukung perjuangan adat Buay Belunguh. “Tanah itu bukan tanah terlantar atau tanah negara, tetapi tanah adat yang diperuntukkan bagi masyarakat,” pungkasnya.