Gita Maizan Choir Menorehkan Prestasi di Ajang Singapore Internasional Choral Festival 2025

Sleman, Rakyat45.com – Talenta talenta muda Kota Yogyakarta, yang tergabung dalam paduan suara bernama Gita Maizan Choir menorehkan prestasi di ajang internasional melalui kompetisi paduan suara si Singapur.

Meraih (2) dua kemenangan di ajang Grand Prix kesembilan Singapore International Choral Festival 2025, setelah tampilan apik membawakan lagu daerah asal Papua Barat berjudul mambo simbo.

Paduan suara asal Kota Yogyakarta, Gita Maizan Choir membawa nama Indonesia harum di tingkat dunia. Hal itu disampaikan oleh, Odhi Pratama Maizan selaku Director Maizan Vocal Management saat syukuran Minggu, 10 Juli 2025 bertempat di Kenes Bakpia Resto Bakery.

Odhi mengatakan kompetisi internasional ini, sangat bergensi karena diikuti 90 tim paduan suara dari berbagai negara seperti, Polandia, Norwegia, China, Korea Selatan, dan lainya. Dua kategori yang di menangkan yaitu, Folklore Category dan Equal usia 17 tahun dan beliau dengan tampil apik di Esplanade Hall sebagai salah satu gedung pertunjukan terbaik di Asia,” ujarnya. Saat final Grand Prix Gita Maizan Choir membawakan lagu daerah asal Papua Barat berjudul mambo simbo dan lagu asal Latvia berjudul perkontevs, saat tampil kami pun tampil dengan kostum nusantara dengan kombinasi kain dan ornamen dari daerah Sumatra Utara, Jawa, dan Papua.

Pasca menyabet pemenang, Gita Maizan Choir didapuk untuk menjadi perwakilan Singapura di kompetensi panduan suara internasional di level yang lebih tinggi Asia Choral Grand Prix di Korea Selatan pada akhir Februari 2026 nanti.

Lanjutnya, kemenangan di Singapura bukanlah menjadi kemenangan yang pertama bagi Gita Maizan Choir karena sejak tahun 2020 telah beberapa kali menyabet prestasi di sejumlah ajang bertaraf internasional sejak tahun 2020, ia juga menceritakan tim paduan suara Gita Maizan Choir terbentuk pertama kali saat di berlakukannya pembatasan sosial masa Pandemi Covid -19. Meski secara virtual, paduan suara ini berdiri sebagai wadah untuk menyalurkan kemampuan dan bakat bernyanyi setelah menjalani berbagai latihan sebelumnya,” terang Odhi.

“Jadi sebelum Pandemi itukan saya memulai karir sebagai quiere edugiter itu di sekolah – sekolah, jadi belum ada Gita Maizan Choir atau dari paduan suara dari kita. Ketika Pandemi ada sekolah – sekolah pada berhenti sehingga apa yang sudah kita latihkan semuanya hilang, tidak ada kesempatan pada waktu itu dan pada saat itu saya berfikir ini harus di karyakan dengan cara kita membuat video – video untuk menyatukan anak – anak itu.

Kemudian bernyanyi dan dibentuk menjadi 1 frame, dan gayung bersambut ternyata antusias sangat besar dan banyak pada saat itu sekitar hampir 150 peserta yang mendaftar padahal yang kita butuhkan hanya 50 saja. Dan gayung bersambut lagi dengan adanya kompetisi Singapure Internasional Choral Festival pertama di dunia saat itu, dan kami ikut dan menang. Jika memang mengisi kegiatan sekaligus ternyata, Tuhan itu menyiapkan jalannya,” tutup Odhi.

“Sementara itu, Andriano Rafaisha peraih juara Grand Prix menambahkan memang ini jelas dari perjuangan kami bersama. Mulai dari latihan selama 9 bulan itu kami terus latihan pokoknya menempuh berbagai proses lah, senang susah bersama – sama tetus. Selain itu kita juga menjaga makanan dan lain – lainnya, pokoknya nggak semudah itulah untuk juara.

Ia juga menjelaskan di Singapura itu kami kurang lebih 6 hari lamanya, dan peserta ini sekumpulan anak – anak dari berbagai sekolah yang mendaftar terus di seleksi lalu yang terbaik diambil.

Karena seleksinya lumayan ketat karena harus memiliki musikalitas yang tinggi. Andriano juga menyampaikan peserta ini ada dari tingkat SD, SMP, SMA. Lalu tentang makan, kita tidak boleh makan makanan yang junk food harus makan real food terus tidak boleh yang berminyak seperti gorengan yang gitu – gitu nggak boleh, ngak boleh merokok, ngak boleh minuman – minuman yang manis dan pakai pemanis buatan serperti es teh.

Karena tidak mengganggu vitalitas kita nanti pada saat bernyanyi gitu, hal ini bagi kami sangat menyenangkan sekali. Apalagi kalau ketemu yang lain itu pasti kadang agak kepresure, soalnya kan mereka kan lebih tinggi, lebih profesional dari kita kan, terus jauh lebih tua juga, terus mereka juga punya pengalaman yang jauh lah pokoknya,” ujarnya menceritakan pengalamannya.

Tapi kita menghandle pressure itu dengan baik kok, sebagai paduan suara yang profesional kita harus profesional di segala situasi walaupun lawannya serem – serem tapi kita harus tetap profesional.

“Ditanya soal jumlah peserta, ia mengatakan kalau peserta sih saya kurang tau ya, jadi kalau dalam satu kategori itu kurang lebih ada sekitar 4 sampai 6 karena setiap kategori itu ada 4 sampai 6 mungkin lebih.

Andriano juga menerangkan kategori itu ada banyak, tapi kalau untuk yang kita ikuti itu ada umur 17 tahun kebawah dan juga ada voklor lagu daerah gitu dua itu.

“Kalau untuk suaranya kami ikut menggunakan SSAA (sopran – sopran alto – alto) kalau untuk vokal kan lagu daerah kita harus semangat jadi harus kita pake SSAB ( sopran – sopran alto bariton),” tambahnya menceritakan pengalamannya.**(Ags w).