Dumai, Rakyat45.com – Proses konstatering atau pencocokan objek tanah yang dilakukan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Dumai di Kelurahan Bangsal Aceh, Rabu (15/10), nyaris berujung kericuhan. Kegiatan yang berkaitan dengan perkara perdata antara PT Energi Unggul Persada (EUP) selaku pemohon dan Zailani bin Abdul Aziz sebagai termohon itu mendapat penolakan keras dari pihak ahli waris.
Menurut pantauan di lokasi, Panitera PN Dumai Syamsir Sihombing bersama juru sita datang dengan pengawalan puluhan aparat kepolisian. Namun, rombongan itu ditolak masuk oleh keluarga ahli waris yang menganggap kegiatan konstatering salah alamat serta tidak disertai dokumen resmi seperti surat tugas dan bukti kepemilikan tanah.
Penolakan tersebut memicu ketegangan antara warga dan aparat keamanan. Aksi saling dorong antara masyarakat dan petugas, yang turut melibatkan beberapa perempuan dari pihak ahli waris, sempat memanas. Setelah situasi berhasil dikendalikan, petugas akhirnya dapat melanjutkan proses konstatering.
Kuasa hukum ahli waris, Indrayadi SH MH, menjelaskan bahwa penolakan dilakukan karena pihak panitera tidak membacakan putusan inkrah Mahkamah Agung (MA) terkait perkara tersebut. Selain itu, lokasi tanah yang dikonstatering disebut tidak sesuai dengan amar putusan.
“Objek yang diperiksa bukan di lahan klien kami. Putusan MA menyebut lokasinya di Jalan Raya Lubuk Gaung, sedangkan yang mereka datangi justru di Jalan Cut Nyak Dien. Selain itu, panitera tidak menunjukkan surat tugas, dan pihak perusahaan pun tidak membawa dokumen kepemilikan tanah,” ujar Indrayadi kepada Rakyat45.com.
Indrayadi menilai tindakan tersebut cacat hukum dan tidak sah, karena bertentangan dengan hasil putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Ia menyebut konstatering tanpa dasar hukum jelas dapat berpotensi menimbulkan konflik di lapangan.
Sementara itu, Zailani bin Abdul Aziz, termohon sekaligus ahli waris, menilai proses hukum perkara ini penuh kejanggalan. Ia menuding adanya upaya pemaksaan kehendak dan pelanggaran prosedur oleh oknum pengadilan.
“Kami melihat ada indikasi permainan dalam proses ini. Karena itu, kami akan melaporkan hakim perdata dan panitera PN Dumai ke Mahkamah Agung atas tindakan yang tidak profesional dan cenderung arogan,” tegas Zailani.
Zailani juga memperingatkan bahwa pihaknya siap mengerahkan ribuan massa apabila eksekusi terhadap lahan milik orang tuanya, almarhum Abdul Aziz, tetap dipaksakan tanpa dasar hukum yang sah.
Dalam proses konstatering, pihak ahli waris sempat melayangkan sejumlah pertanyaan kepada panitera seputar batas dan letak lahan. Namun, jawaban yang tidak memuaskan dari pihak pengadilan justru semakin menguatkan dugaan bahwa objek yang diperiksa bukan sesuai putusan MA.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PN Dumai belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan adanya pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan konstatering tersebut.
Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.