Daerah

Warga Inhil Gugat Perpres BBM, Soroti Ketidakadilan Bagi Transportasi Pesisir

16
×

Warga Inhil Gugat Perpres BBM, Soroti Ketidakadilan Bagi Transportasi Pesisir

Sebarkan artikel ini
Teks foto: Hadi Mardiansyah, warga Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, berpose usai menyerahkan berkas gugatan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang BBM bersubsidi ke Mahkamah Agung di Jakarta, Kamis (23/10/2025).(Dok./R45/Istimewa)

Jakarta, Rakyat45.com – Seorang warga Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, Hadi Mardiansyah, resmi menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Mahkamah Agung (MA), Kamis (23/10/2025).

Gugatan itu dilayangkan lantaran kebijakan tersebut dianggap tidak adil bagi masyarakat pesisir, khususnya pengguna kapal bermesin dalam atau pompong, yang selama ini tidak diakui sebagai penerima BBM bersubsidi. Padahal, pompong merupakan sarana transportasi utama masyarakat di wilayah perairan Inhil.

Pompong Tak Diakui, Akses Subsidi Tertutup

Dalam aturan turunan Perpres 191/2014 – yakni Peraturan BPH Migas Nomor 02 Tahun 2023 dan penerapan sistem barkot melalui aplikasi Xstar – hanya kapal bermesin tempel yang berhak mendapatkan subsidi.

Akibatnya, ribuan pengguna pompong di Inhil tak dapat mendaftar barkot, sehingga terhalang membeli BBM bersubsidi meski beroperasi untuk kepentingan ekonomi rakyat.

“Pompong juga transportasi rakyat dan seharusnya bisa mendapatkan barkot untuk membeli BBM subsidi. Ini menyangkut hak masyarakat pesisir yang selama ini menanggung biaya operasional tinggi,” kata Hadi Mardiansyah di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Untuk sementara, masyarakat masih bisa membeli solar secara manual setelah Forum Komunikasi Marhaenis, GMNI, HIPMI, DPRD, dan pemerintah daerah berhasil meyakinkan Pertamina Patra Niaga Riau agar menunda penerapan Xstar. Namun, penundaan tersebut hanya bersifat sementara.

Advokasi Kolektif untuk Keadilan Sosial

Gugatan yang diajukan Hadi bukan langkah pribadi semata. Sejak awal, perjuangan ini dikawal oleh berbagai organisasi dan tokoh daerah, di antaranya Bung Boboy (Ketua Forum Komunikasi Marhaenis Inhil) dan Ardiansyah Julor (Ketua BPC HIPMI Inhil).

Keduanya menilai kebijakan pemerintah pusat perlu disesuaikan dengan realitas sosial dan geografis masyarakat pesisir.

“Kami mendukung penyaluran BBM subsidi yang tepat sasaran, tetapi aturan harus realistis terhadap kondisi daerah. Mayoritas kapal di Inhil adalah pompong, bukan bot,” ujar Ardiansyah Julor.

Sementara itu, Bung Boboy menegaskan bahwa perjuangan hukum ini juga menjadi panggilan sosial. “Langkah ini bukan sekadar gugatan hukum, tapi seruan moral agar seluruh elemen masyarakat berpartisipasi memperjuangkan keadilan sosial bagi pengguna pompong,” tegasnya.

Kronologi Advokasi BBM Subsidi di Inhil

1. 15 Agustus 2025 – Pertamina Patra Niaga Riau mengeluarkan surat edaran agar SPBU laut di Inhil mulai 1 September 2025 menerapkan sistem pembelian BBM bersubsidi melalui barkot/Xstar.

2. 29 Agustus 2025 – Forum Komunikasi Marhaenis, GMNI, dan HIPMI berdiskusi dengan Dinas Perhubungan Inhil dan menemukan bahwa sosialisasi belum dilakukan serta belum ada barkot diterbitkan.

3. 8 September 2025 – DPRD Inhil menggelar hearing dan menyepakati penundaan penerapan Xstar sambil menunggu klarifikasi dari BPH Migas.

4. 12 September 2025 – Pemerintah daerah, DPRD, dan mahasiswa berkoordinasi dengan BPH Migas di Jakarta, namun lembaga tersebut menyatakan aturan tak bisa diubah karena bersumber dari Perpres 191/2014.

Menunggu Sikap Mahkamah Agung

Gugatan Hadi ke Mahkamah Agung kini menjadi ujian penting dalam kebijakan subsidi energi nasional.
Advokasi yang digalang berbagai pihak di Inhil menegaskan bahwa keadilan energi harus menyentuh masyarakat pesisir, yang selama ini berada di garis terluar akses kebijakan pemerintah pusat.

Jika Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut, maka akan menjadi preseden bagi revisi kebijakan subsidi BBM agar lebih inklusif dan berpihak kepada transportasi rakyat seperti pompong.**

Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.