Nasional

Daerah Penghasil Minyak Dapat ‘Receh’, Siak Terancam Kehilangan Rp300 Miliar: Otonomi Daerah Hanya Slogan?

82
×

Daerah Penghasil Minyak Dapat ‘Receh’, Siak Terancam Kehilangan Rp300 Miliar: Otonomi Daerah Hanya Slogan?

Sebarkan artikel ini
Daerah Penghasil Minyak Dapat 'Receh'
Kondisi Jalan di siak yang di upayakan pemerintah siak untuk dibangun karena rusak Parah. (Dok: Afni Z)

Siak, Rakyat45.com Ironi terjadi di Provinsi Riau. Kabupaten Siak yang menjadi salah satu penghasil minyak terbesar di Tanah Air, ternyata hanya mendapat jatah Participating Interest (PI) dari Blok Rokan sebesar 1 dolar Amerika per bulan kalau di hitung di rupiah sekitar Rp16 ribuan saja. Jumlah ini bahkan kalah jauh dari pendapatan pedagang kaki lima di pasar.

Kondisi tersebut menimbulkan tanda tanya besar di daerah. Pasalnya, hampir seluruh pengelolaan sumber daya alam (SDA) skala besar kini dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat. Kewenangan kepala daerah semakin terbatas, sementara dampak lingkungan, sosial, hingga konflik yang muncul justru harus ditanggung oleh daerah.

Tak berhenti di sana, Kabupaten Siak juga diprediksi bakal menghadapi pemangkasan Transfer Keuangan Daerah (TKD) lebih dari Rp300 miliar pada tahun depan. Ironisnya, pemotongan terbesar berasal dari pajak SDA, padahal izin Hak Guna Usaha (HGU) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) berada di tangan pusat dan dikuasai korporasi besar selama puluhan tahun. Kini, luas area tersebut bahkan melebihi wilayah yang dapat digunakan masyarakat untuk tempat tinggal dan aktivitas ekonomi.

“Semua hasil bumi kami diserahkan ke pusat. Tapi saat pembagian hasil, kami hanya menerima secuil. Dulu tanah ini milik Sultan Siak, sekarang rakyatnya seperti harus mengemis kepada pusat,” ujar Afni Z diakun Facebooknya.

Masalah kewenangan juga kian menipis. Bahkan untuk membangun jembatan timbang demi mengawasi kendaraan over dimension and over loading (ODOL), izinnya kini harus dari pusat. Padahal, kerusakan jalan akibat truk ODOL sudah memakan korban jiwa di kampung-kampung.

Meski begitu, Pemerintah Kabupaten Siak tetap berupaya keras memberikan pelayanan publik dengan sumber daya yang terbatas. “Kas daerah nyaris kosong, tapi kami tetap berusaha menambal jalan rusak seadanya agar rakyat bisa beraktivitas,” kata salah satu pejabat di lapangan.

Kondisi ini mencerminkan betapa beratnya beban daerah penghasil SDA ketika otonomi yang dijanjikan hanya tinggal di atas kertas. Jika kebijakan pemangkasan transfer daerah terus berlanjut, banyak wilayah pelosok di Siak terancam tak tersentuh pembangunan.

Pertanyaan besar pun mengemuka: masih adakah makna dari otonomi daerah, jika semua keputusan strategis kini tersentral di pusat?

Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.