Lifestyle

Pacu Kuda Pabasko, Nafas Panjang Tradisi Minang

28
×

Pacu Kuda Pabasko, Nafas Panjang Tradisi Minang

Sebarkan artikel ini
Pacu Kuda Pabasko, Nafas Panjang Tradisi Minang
Suara tambua tasa menggema di Gelanggang Bancalaweh, Padang Panjang, Pacu Kuda Pabasko./R45/Pasbana

Padang Panjang, Rakyat45.com – Suara tambua tasa menggema di Gelanggang Bancalaweh, Padang Panjang. Udara sejuk kota di lereng Bukit Barisan itu bergemuruh oleh derap kuda yang berpacu kencang di atas lintasan tanah liat. Ribuan warga memadati arena tertawa, bersorak, dan bersatu dalam semangat Alek Anak Nagari Pabasko 2025.

Setelah vakum selama tiga tahun, tradisi ini kembali digelar dengan semarak. Sebanyak 59 kuda ikut berlaga, terdiri dari 47 kuda pacu dan 12 kuda bendi (bugi), memperebutkan 17 race dalam satu hari penuh. Acara ini berlangsung pada 26 Oktober 2025 dan menjadi pesta budaya terbesar di wilayah Padang Panjang, Batipuah, dan X Koto yang disingkat menjadi Pabasko.

Menurut informasi, Pacu Kuda Alek Anak Nagari Pabasko merupakan warisan budaya yang telah hidup puluhan tahun di tengah masyarakat Minangkabau. “Pacu kuda bukan hanya olahraga, tapi simbol persatuan anak nagari,” ujar salah seorang niniak mamak dalam pembukaan acara.

Dalam bahasa Minangkabau, “alek” berarti pesta atau perayaan besar yang dilaksanakan oleh nagari. Maka, Alek Anak Nagari Pabasko menjadi ajang kebersamaan dan rasa syukur masyarakat atas keberkahan dan persaudaraan. Tradisi ini diyakini sudah berlangsung sejak awal abad ke-20, seiring masuknya budaya berkuda di Sumatera Barat.

Langgam dot id mencatat bahwa Gelanggang Bancalaweh di Padang Panjang bukan hanya arena pacuan, tetapi juga simbol sejarah bagi masyarakat lokal. Sejak lama tempat ini menjadi wadah pertemuan berbagai nagari untuk menjalin silaturahmi, sekaligus menumbuhkan semangat gotong royong. Di sinilah anak nagari menunjukkan kebanggaan mereka lewat adu cepat kuda yang penuh sportivitas dan kegembiraan.

Wali Kota Padang Panjang, dalam sambutannya, menyebut pacu kuda sebagai “identitas dan kebanggaan urang awak”. Ia juga menekankan pentingnya melestarikan tradisi ini agar generasi muda tak melupakan akar budayanya.

Suasana di sekitar gelanggang tak kalah semarak. Berdasarkan laporan Pasbana.com, ribuan warga dan perantau memenuhi area pacuan sejak pagi. UMKM lokal ikut meramaikan dengan menjual kuliner khas seperti lamang tapai, karupuak sanjai, dan kopi kawa daun. Alek ini menjadi magnet ekonomi rakyat yang menghidupkan kembali denyut pasar tradisional.

Sementara itu, Pikiran Rakyat Sumbar menulis bahwa kehadiran Pacu Kuda Alek Anak Nagari Pabasko menjadi momentum penting untuk membangkitkan semangat kolektif masyarakat. Di tengah arus modernisasi, tradisi ini tetap bertahan sebagai ruang kebersamaan yang memadukan adat, budaya, dan ekonomi lokal.

Lebih dari sekadar hiburan, pacu kuda di Pabasko adalah refleksi dari filosofi Minangkabau: basamo mangko manjadi bersama-sama baru menjadi. Di balik setiap derap kuda, tersimpan semangat gotong royong, kebanggaan identitas, dan rasa cinta pada tanah leluhur.

Ketika matahari tenggelam di balik bukit, jejak tapal kuda di lintasan Bancalaweh menjadi penanda satu hal pasti: tradisi ini belum usang. Ia terus hidup, tumbuh bersama masyarakat yang menjaganya dengan hati dan kebanggaan sebagai anak nagari.***

Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.