Rakyat45.com, Pekanbaru – Isu kerusakan hutan kembali mencuat di Provinsi Riau. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menyoroti hilangnya sekitar 75 persen kawasan hutan Riau akibat kebakaran dan deforestasi yang terus berulang.
Dalam pelatihan peningkatan kapasitas penyidik tindak pidana kehutanan di Balai Serindit, Pekanbaru, Kamis (13/11/2025), Kapolda menegaskan bahwa penegakan hukum yang tegas dan berintegritas menjadi kunci untuk memutus mata rantai mafia hutan di Bumi Lancang Kuning.
“Hampir tiga perempat hutan kita hilang. Ini bukan angka kecil. Penyebabnya jelas: kebakaran dan pembalakan. Maka, penegakan hukum tidak boleh main-main,” tegas Irjen Herry Heryawan.
Menurutnya, penegakan hukum di sektor kehutanan tidak akan efektif jika dilakukan secara sektoral. Ia menekankan perlunya kolaborasi lintas lembaga agar kejahatan lingkungan bisa diatasi secara menyeluruh.
“Kita tidak bisa bergerak sendiri. Polisi, PPNS, dan instansi terkait harus jalan beriringan. Kalau bekerja terpisah, hasilnya tidak akan maksimal,” ujarnya.
Sebagai contoh, ia menyebut penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Juli 2025 lalu yang berhasil ditangani dalam waktu kurang dari dua minggu berkat kerja bersama berbagai pihak, mulai dari Kementerian LHK, BPBD, hingga dukungan langsung Wakil Presiden.
Polda Riau kini mengadopsi strategi “Green Policing” untuk memperkuat peran kepolisian dalam perlindungan lingkungan. Program ini difokuskan pada gerakan penanaman pohon di sekolah-sekolah hingga kampus.
“Dalam tujuh bulan terakhir, kami sudah menanam hampir 70 ribu pohon di berbagai daerah. Ini bukan kegiatan seremonial, tapi komitmen nyata menjaga alam,” jelas Herry.
Menjelang Hari Pohon Nasional 21 November 2025, Polda Riau menargetkan penanaman tambahan 21 ribu pohon secara serentak di seluruh jajaran kepolisian daerah.
Kapolda juga menekankan bahwa restorasi lingkungan tidak harus menunggu kerusakan. Ia mengajak seluruh pihak melakukan rehabilitasi lebih awal sebagai langkah pencegahan agar tidak terus bergantung pada tindakan reaktif.
“Biasanya rehabilitasi dilakukan setelah hutan rusak atau terbakar. Tapi kita ubah cara berpikir itu. Restorasi harus dimulai sebelum bencana datang,” ujarnya.
Irjen Herry menegaskan, selain gerakan penghijauan, penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan harus dilakukan tanpa kompromi.
“Restorasi penting, tapi hukum tetap harus ditegakkan. Tanpa penegakan hukum yang kuat, hutan kita akan habis oleh tangan-tangan serakah,” tegasnya.
Menurut data yang ia paparkan, 80 persen permasalahan di Riau berkaitan dengan kerusakan lingkungan. Karena itu, edukasi masyarakat untuk berperilaku ramah lingkungan juga menjadi bagian penting dalam membangun kesadaran kolektif.
Menutup sambutannya, Herry mengingatkan agar pelatihan penyidik ini tidak sekadar menjadi kegiatan formalitas. Ia mendorong terbentuknya penyidik berintegritas, profesional, dan berkarakter hijau.
“Kita butuh penyidik yang bukan hanya cerdas hukum, tapi juga punya hati untuk bumi. Penegakan hukum harus berjiwa lingkungan,” pungkasnya.***
Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.












