Daerah

Koleksi Uang Kuno di Museum Sang Nila Utama Ungkap Sejarah Panjang Ekonomi Riau

19
×

Koleksi Uang Kuno di Museum Sang Nila Utama Ungkap Sejarah Panjang Ekonomi Riau

Sebarkan artikel ini
Koleksi Uang Kuno di Museum Sang Nila Utama Ungkap Sejarah Panjang Ekonomi Riau
Museum Sang Nila Utama Ungkap Sejarah Panjang Ekonomi Riau./R45/MD

Rakyat45.com, Pekanbaru – Riau tak hanya kaya budaya, tetapi juga menyimpan sejarah ekonomi yang panjang melalui beragam mata uang yang pernah beredar di wilayah ini. Jejak hubungan dagang internasional, pengaruh kerajaan-kerajaan Melayu, hingga masa kolonial dan modern, terekam jelas dalam koleksi numismatik Museum Sang Nila Utama yang kini menjadi salah satu sumber sejarah paling lengkap di Sumatra.

Sejak masa kejayaan kerajaan Melayu, pesisir Riau telah menjadi titik penting jalur niaga internasional. Bukti kuatnya hubungan dengan Asia Timur tampak dari keberadaan koin cash Tiongkok yang terbuat dari tembaga dengan lubang persegi di bagian tengah—ikon mata uang negeri tirai bambu yang beredar melalui jaringan pelayaran berabad-abad silam.

Tak kalah menarik, museum juga menampilkan uang petik, mata uang dari timah yang berbentuk menyerupai ranting. Setiap ruasnya dapat dipatahkan sebagai satuan kecil transaksi. Bentuk dan fungsinya menggambarkan fleksibilitas ekonomi masyarakat Melayu yang sangat khas dan jarang ditemukan di wilayah lain.

Memasuki era kolonial, wilayah Riau berada di bawah pengaruh VOC dan kemudian Hindia Belanda. Koleksi koin VOC pecahan 1 duit menjadi bukti ekonomi kolonial mulai menanamkan pengaruhnya di Nusantara. Selain itu, museum juga menyimpan koin stuiver, sen, hingga gulden yang kini menjadi rujukan penting bagi peneliti sejarah moneter.

Pada masa ini pula beredar token lokal seperti 1 Keping Negeri Siak, 1 Keping Sumatra, dan 1 Keping Tanah Melayu. Koin-koin tersebut digunakan untuk transaksi regional dan mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap sistem ekonomi kolonial.

Perubahan moneter juga terlihat dari beredarnya uang kertas yang dikeluarkan De Javasche Bank, menandai pembentukan sistem perbankan modern di wilayah pesisir Sumatra.

Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan pada 1942–1945, seluruh Nusantara termasuk Riau dipaksa menggunakan uang terbitan pemerintah militer Jepang. Museum menyimpan uang kertas Sen dan Gulden bertuliskan “De Japansche Regeering”, serta uang Rupiah dengan cap “Dai Nippon”, yang menandai perubahan drastis dalam kebijakan finansial selama masa perang.

Setelah Indonesia merdeka, perjalanan mata uang memasuki babak baru. Museum Sang Nila Utama menampilkan berbagai mata uang Indonesia dari masa ke masa—mulai dari koin Rupiah dan Sen emisi 1951 hingga emisi 2016.

Tidak hanya itu, koleksi juga memuat uang Gulden NICA, yang digunakan pada masa transisi pasca-penyerahan Jepang saat Belanda berupaya kembali masuk ke Indonesia. Uang ini menjadi bukti sejarah pergolakan ekonomi sebelum Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan.

Deretan koleksi semakin lengkap dengan hadirnya seri uang kertas Indonesia seperti ORI (Oeang Republik Indonesia) 1945–1948, Seri RIS 1950, Pemandangan Alam 1951–1953, Seri Kebudayaan 1952, hingga terbitan-terbitan penting lainnya. Termasuk di antaranya Emisi KR-Rp 1963–1964 yang pernah berlaku khusus di wilayah Riau/Kepulauan Riau.

Kepala UPT Museum Sang Nila Utama, Tengku Leni, menegaskan bahwa koleksi numismatik ini bukan sekadar benda antik, tetapi bukti nyata perubahan sistem ekonomi di Riau.

“Numismatik ini seperti catatan perjalanan. Dari setiap koin dan lembar uang, kita dapat membaca hubungan dagang, perkembangan ekonomi, dan kisah masyarakat lintas zaman,” ujar Tengku Leni, Senin (8/12/2025).

Melalui koleksi yang tersusun rapi tersebut, Museum Sang Nila Utama menjadi pintu bagi generasi kini untuk memahami bahwa perjalanan ekonomi Riau tak lepas dari interaksi budaya dan dinamika kekuasaan dari masa ke masa.***