Hukum & Kriminal

Kasus Dosen Polbeng Gugat Dewan Senat Menguak Fakta Baru

111
×

Kasus Dosen Polbeng Gugat Dewan Senat Menguak Fakta Baru

Sebarkan artikel ini
Kasus Dosen Polbeng Gugat Dewan Senat
Ketua Jurusan Kemaritiman Polbeng, Zulyani./R45/Indra

Bengkalis, Rakyat45.com Polemik gugatan dosen Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng) terhadap Dewan Senat kampus kini memasuki babak baru. Dosen bernama Suharyono yang sebelumnya menggugat pihak kampus dengan nilai fantastis mencapai lebih dari Rp100 miliar, kini justru dilaporkan ke Polres Bengkalis atas dugaan pemalsuan dokumen resmi.

Kasus ini menjadi perbincangan hangat di lingkungan akademik Bengkalis, karena selain nilai gugatannya yang tak biasa, munculnya laporan pidana tersebut membuat publik menaruh perhatian lebih terhadap konflik internal di kampus negeri itu.

Suharyono menggugat Dewan Senat Polbeng dengan tuduhan telah menghambat kenaikan jabatan fungsionalnya menjadi Lektor Kepala.

Ia mengklaim telah melengkapi seluruh berkas administratif, namun tetap tidak mendapatkan rekomendasi dari pihak kampus.

Melalui Pengadilan Negeri Bengkalis, gugatan dengan nomor perkara 34/Pdt.G/2025/PN Bls itu menuntut ganti rugi senilai Rp3,6 miliar secara materil dan Rp100 miliar secara imateril, serta menuntut penetapan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta per hari jika pihak tergugat tidak menjalankan isi putusan.

Namun, di tengah proses hukum tersebut, muncul laporan pidana yang menimpa penggugat.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/124/IX/2025/SPKT/POLRES BENGKALIS/POLDA RIAU tertanggal 29 September 2025, Suharyono dilaporkan atas dugaan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.

Laporan itu dibuat oleh Zulyani, Ketua Jurusan Kemaritiman Polbeng, yang merasa tandatangannya dipalsukan dalam dokumen Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang diunggah ke sistem SISTER Kemendikbud  salah satu syarat administrasi kenaikan jabatan dosen.

“Saya kaget saat diberitahu staf kepegawaian bahwa SKP atas nama Suharyono sudah diunggah dan mencantumkan tanda tangan saya. Padahal, saya tidak pernah menandatangani dokumen itu,” ujar Zulyani, kepada Rakyat45.com, Senin malam (6/10/2025).

Menurutnya, setelah dikonfirmasi oleh Wakil Direktur Polbeng, Romadoni, ia memastikan tidak pernah menandatangani dokumen tersebut, baik secara manual maupun digital.

“Saya menduga tanda tangan saya di-scan dari dokumen lain, kemudian ditempel ke berkas SKP itu. Ini tindakan pemalsuan, dan saya keberatan. Karena itu saya membuat laporan resmi ke Polres Bengkalis,” tegasnya.

Sementara itu, Suharyono saat dikonfirmasi pada Selasa (7/10/2025) membantah tudingan pemalsuan. Ia menyebut SKP yang diserahkan ke pihak kepegawaian sudah sesuai dan telah dinilai sebagaimana mestinya.

“Berdasarkan bukti chat saya dengan Ferditama dari bagian kepegawaian, SKP yang saya kirim sudah dinilai dan diverifikasi,” ungkap Suharyono sambil memperlihatkan tangkapan layar pesan singkat berisi lampiran file PDF SKP tahun 2023 dan 2024.

Zulyani tidak menampik bahwa Suharyono memang mengajukan kenaikan jabatan fungsional, namun Dewan Senat Polbeng memutuskan menunda pengajuan tersebut selama satu semester.

“Penundaan dilakukan karena kinerjanya menurun. Ia tidak menjalankan kewajiban mengajar dan membimbing mahasiswa selama dua semester, dengan alasan ingin pindah ke kampus lain,” jelas Zulyani.

Ia menambahkan, keputusan menunda kenaikan jabatan bukan bentuk diskriminasi, melainkan bagian dari evaluasi kinerja yang berlaku untuk semua pegawai.

“Kalau memang ingin pindah ke kampus lain, seharusnya fokus saja menyelesaikan proses administrasi. Bahkan Direktur sudah menyetujui keinginannya untuk pindah,” sambungnya.

Saat ini, perkara gugatan perdata masih berproses di Pengadilan Negeri Bengkalis, sementara laporan dugaan pemalsuan dokumen sedang diproses oleh penyidik Polres Bengkalis.

Baik pihak kampus maupun Suharyono sama-sama menegaskan akan menghormati proses hukum yang berjalan.

Kasus ini kini menjadi perhatian besar kalangan akademisi di Riau karena dianggap mencerminkan tantangan dalam tata kelola kampus negeri. Pihak Polbeng menegaskan bahwa laporan ke polisi murni terkait dugaan pidana pemalsuan dokumen, bukan upaya membungkam gugatan dosen terhadap kampus.