Hukum & Kriminal

SHP Kadaluarsa, Hukum Membisu: Konflik Rawang Air Putih Cerminkan Ketimpangan Agraria

28
×

SHP Kadaluarsa, Hukum Membisu: Konflik Rawang Air Putih Cerminkan Ketimpangan Agraria

Sebarkan artikel ini
Teks foto; Kapolsek Siak Kompol James Sibarani, S.H., M.H. memimpin langsung koordinasi lapangan guna menjaga situasi tetap kondusif di tengah sengketa lahan Rawang Air Putih, Kamis (30/10/2025)./R45/In.

Siak, Rakyat45.com – Sengketa lahan seluas 130 hektare di Desa Rawang Air Putih, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, kembali memunculkan ketegangan antara masyarakat tempatan yang tergabung dalam Kelompok Tani Nitan di bawah pimpinan Suparmin, dengan seorang pihak bernama Antony, yang mengklaim memiliki Surat Hak Pakai (SHP) sejak tahun 1970. Namun, dokumen tersebut diduga telah kadaluarsa.

Menurut keterangan Rasyd, ketua pemuda setempat, lahan yang kini disengketakan telah dikelola masyarakat selama puluhan tahun, dengan ditanami kelapa sawit dan dibangun sejumlah fasilitas seperti rumah, jalan, dan pondok kebun. Namun, sejak dua tahun terakhir, situasi berubah drastis.

Antony disebut-sebut menguasai lahan hingga 300 hektare, termasuk 130 hektare yang diklaim sebagai milik masyarakat. Ia juga diduga mengerahkan puluhan orang untuk melakukan panen di lahan tersebut.

“Setiap kali terjadi konflik, pihak kepolisian justru menyuruh masyarakat keluar dari lahan untuk perundingan, sementara pihak Antony bebas memanen. Kami bingung, ada apa dengan Kapolsek Menpura? Terlihat tidak netral. “Kami akan membawa persoalan ini ke Polda Riau, bahkan bila perlu ke Mabes Polri,” ujar Rasyd kepada sejumlah wartawan, Kamis (30/10/2025).

Rasyd menjelaskan bahwa dasar klaim Antony berasal dari SHP tahun 1973 atas nama PT Tridaya, yang kemudian dilelang oleh Bank BNI dan dimenangkan oleh PT Datin Agung. Antony disebut memperoleh kuasa atas lahan tersebut dari perusahaan pemenang lelang.

Namun, masyarakat menilai proses dan validitas dokumen tersebut perlu ditinjau ulang, mengingat status SHP yang seharusnya memiliki masa berlaku terbatas.

Lebih lanjut, Rasyd mengungkapkan bahwa dalam sejumlah pertemuan yang melibatkan Polsek, masyarakat, dan pihak Antony, sempat disepakati kedua belah pihak untuk tidak melakukan aktivitas di lokasi. Namun di lapangan, menurutnya, situasi berbeda: hasil panen sawit sekitar 50 ton diduga telah diambil, menimbulkan kesan ketidakadilan bagi warga.

Ketika dikonfirmasi terkait tudingan keberpihakan, Kapolsek Siak Kompol James Sibarani, S.H., M.H., menegaskan bahwa peran kepolisian adalah menjaga keamanan agar tidak terjadi benturan fisik di lapangan.

“Prioritas kami adalah menjaga situasi tetap kondusif. Konflik lahan ini sudah ada sebelum saya menjabat. Kami hanya memastikan tidak terjadi bentrokan. Untuk laporan ke Polres, silakan dikonfirmasi langsung, karena itu di luar kewenangan saya,” jelas Kompol James, kepada Rakyat45.com, Kamis 30 Oktober 2025.

Ia menambahkan bahwa persepsi keberpihakan menjadi hak masyarakat, namun Polri tetap berkomitmen bersikap netral dalam setiap konflik sosial yang terjadi di wilayah hukumnya.

Di sisi lain, masyarakat mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan transparan, serta meminta pemerintah daerah turun tangan menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung lama ini. Mereka berharap hak atas lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun dapat diakui dan dilindungi secara hukum.**

Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.