Probolinggo, Rakyat45.com – Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR) resmi melantik pengurus baru dalam forum konsolidasi terbuka yang digelar di Warung Mbak Yanti, Taman Maramis, Kota Probolinggo, Jumat (31/10/2025) malam. Namun, di balik momentum regenerasi kepemimpinan tersebut, muncul tanggapan tajam terhadap lambannya penanganan kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang janda asal Kecamatan Sukapura oleh warga negara asing.
Ketua baru AWPR, Fahrul Mozza, bersama Sekretaris Alex Putra Wicaksana dan Bendahara Moh. Sodik, resmi menggantikan kepemimpinan Hariadi. Struktur organisasi baru ini telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), memberikan legitimasi hukum yang sah.
Dalam acara pelantikan yang turut dihadiri Dewan Etik AWPR, Didik Purwandi, Hariadi, dan Soni Buslan, seluruh anggota sepakat menjadikan momentum ini sebagai titik balik kebangkitan jurnalisme lokal yang solid dan berintegritas.
Namun, forum tersebut juga diwarnai keprihatinan mendalam atas kasus dugaan penganiayaan terhadap Suarni, janda asal Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, yang diduga dilakukan oleh warga negara asing bernama Mr. Cui, pemilik Villa88.
Kasus yang telah dilaporkan ke Polres Probolinggo sejak delapan bulan lalu itu disebut belum menunjukkan perkembangan berarti. Kondisi ini memicu kritik tajam dari kalangan jurnalis.
“AWPR akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan menuntut penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu,” tegas Fahrul Mozza kepada Rakyat45.com, Sabtu (1/11/2025).
Fahrul menegaskan bahwa kepengurusan baru akan fokus pada penguatan solidaritas internal, peningkatan kapasitas jurnalistik, serta penegakan etika profesi, sembari memastikan AWPR berdiri di garis depan dalam mengadvokasi keadilan bagi masyarakat kecil.
“Kami tidak hanya memperkuat organisasi, tetapi juga memastikan bahwa suara korban tidak tenggelam di tengah kepentingan,” ujarnya.
Sementara itu, Pembina AWPR Didik Purwandi menyebut kepengurusan baru ini sebagai momentum kebangkitan jurnalisme di Probolinggo.
“Kepada seluruh anggota AWPR, saya berpesan agar tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, menjaga independensi, dan memperkuat kolaborasi dengan aparat serta pemerintah daerah,” tuturnya menutup kegiatan.
Pelantikan AWPR kali ini bukan sekadar pergantian kepemimpinan, tetapi juga menjadi simbol solidaritas wartawan Probolinggo dalam memperjuangkan keadilan dan supremasi hukum di tengah sorotan publik terhadap kasus WNA yang belum tersentuh hukum.***
Informasi lebih lengkap tentang prinsip editorial kami bisa dibaca di Kebijakan Redaksi.












