Opini

Di Balik Coretax: Gangguan Sistem, Tekanan Pengguna, dan Masa Depan Pajak Digital

20
×

Di Balik Coretax: Gangguan Sistem, Tekanan Pengguna, dan Masa Depan Pajak Digital

Sebarkan artikel ini
Di Balik Coretax: Gangguan Sistem, Tekanan Pengguna, dan Masa Depan Pajak Digital
Seorang pengguna Coretax tampak stres saat menghadapi gangguan sistem di tengah tenggat pelaporan pajak yang mendesak. Peringatan error terus bermunculan di layar komputer/laptopnya.(R45/Desain oleh Brenda Hany Anggelina Zega)

Ditulis oleh: Ni Kadek Ari Safitri dan Brenda Hany Anggelina Zega

Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Rakyat45.com – Bayangkan seseorang yang mengurus administrasi perpajakan, masih terjaga larut malam dengan secangkir kopi yang sudah dingin. Di hadapannya, layar komputer terus menampilkan notifikasi error, sementara laporan yang harus diselesaikan semakin menumpuk. Coretax baru saja mengalami gangguan, dan waktu pelaporan tidak pernah mau menunggu. Di luar kantor, kota terus bergerak, tetapi di ruangan itu hanya ada cahaya layar dan tekanan yang terasa nyata.

Gambaran ini mungkin tidak asing bagi banyak pengguna sistem perpajakan saat ini. Inilah wajah transisi digital perpajakan Indonesia yang penuh harapan, tetapi juga dipenuhi tantangan yang tidak terduga. Coretax diperkenalkan sebagai sistem terpadu paling ambisius dalam sejarah administrasi pajak di Indonesia. Ia menjanjikan efisiensi, transparansi, dan integrasi proses menjadi satu pintu menuju era perpajakan yang lebih modern. Namun, seperti halnya lompatan besar lain dalam teknologi, perjalanan penerapannya tidak selalu mulus.

ย Sistem Canggih, Infrastruktur Belum Siap Sempurna

Sejak penerapan awal, berbagai ruang diskusi digital, forum profesional, hingga media sosial dipenuhi keluhan pengguna. Masalah yang muncul beragam, mulai dari error mendadak, instruksi yang membingungkan, hingga tampilan pemrosesan yang berhenti tanpa penjelasan. Kondisi ini semakin diperparah ketika mendekati batas waktu pelaporan, saat ratusan ribu pengguna mencoba mengakses sistem secara bersamaan.

Lonjakan akses inilah yang kerap menyebabkan server melambat atau gagal memuat halaman. Banyak pengguna berbagi pengalaman bahwa pembuatan faktur, unggah dokumen, atau perekaman transaksi sering kali memunculkan error yang sulit diprediksi. Tidak sedikit yang kemudian memilih bekerja pada jam-jam tidak lazim yakni tengah malam hingga dini hari demi menghindari waktu sibuk. Ironisnya, digitalisasi yang seharusnya mempermudah proses justru menambah beban fisik dan mental bagi sebagian pengguna.

Selain itu, banyak pengguna mengaku merasa cemas ketika sistem tiba-tiba gagal menyimpan data penting. Kekhawatiran salah input, rasa takut kehilangan data, dan kecemasan terhadap potensi sanksi administratif membuat proses digitalisasi terasa menegangkan. Situasi ini memperlihatkan bahwa secanggih apapun sebuah sistem, keberhasilannya sangat bergantung pada infrastruktur yang stabil dan konsisten.

Tekanan Layanan dan Tantangan Informasi

Permasalahan Coretax tidak hanya dirasakan oleh para pengguna di lapangan. Pegawai layanan pajak di berbagai kantor pelayanan sering menjadi pihak yang harus menjelaskan error teknis yang bahkan belum mereka terima informasinya secara lengkap. Ketika gangguan terjadi, lonjakan pertanyaan dan keluhan meningkat tajam, sementara jumlah personel yang tersedia untuk menangani aduan masih terbatas.

Di sisi pengguna, terutama para pengelola perpajakan di perusahaan, perubahan sistem juga membutuhkan waktu adaptasi yang tidak singkat. Mereka harus mempelajari fitur baru, alur baru, dan mekanisme pelaporan baru pada saat yang sama dengan meningkatnya beban pekerjaan harian. Tanpa dukungan informasi yang memadai, proses adaptasi menggunakan Coretax menjadi semakin berat. Perubahan sistem yang seharusnya meningkatkan efisiensi justru terasa seperti beban tambahan bagi mereka yang harus berhadapan langsung dengan proses pelaporan.

UMKM dan Tantangan Inklusivitas Digital

Bagi para pelaku UMKM, tantangan yang muncul bahkan lebih kompleks. Banyak usaha kecil yang masih mengandalkan proses manual dan belum terbiasa menggunakan sistem digital secara intensif. Kekhawatiran salah input data, tampilan menu yang dianggap rumit, serta instruksi yang kurang jelas membuat mereka ragu melakukan pelaporan secara mandiri.

Inilah titik penting dari persoalan inklusivitas digital. Teknologi yang baik seharusnya dapat diakses oleh semua kalangan pengguna, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan pengetahuan digital. Banyak UMKM masih membutuhkan pendampingan langsung, pelatihan sederhana, dan dukungan intensif sebelum mereka bisa benar-benar mandiri dalam menggunakan Coretax. Tanpa hal itu, digitalisasi hanya akan memperlebar kesenjangan antara usaha besar yang siap beradaptasi dan usaha kecil yang masih tertinggal.

Antara Harapan dan Kenyataan

Meskipun berbagai kendala masih terjadi, bukan berarti Coretax tidak membawa perubahan positif. Banyak pengguna merasakan bahwa digitalisasi ini membuat proses pelaporan lebih tertata, lebih cepat, dan lebih transparan dibandingkan sistem sebelumnya. Pembaruan dan perbaikan sistem yang secara berkala dilakukan oleh DJP juga menunjukkan adanya komitmen untuk terus menyempurnakan platform ini.

Namun ekspektasi publik tetap tinggi. Sistem modern tidak cukup hanya dengan fitur canggih, ia harus didukung oleh infrastruktur yang kuat, antarmuka yang ramah pengguna, dan edukasi yang memadai bagi seluruh lapisan wajib pajak. Terutama bagi UMKM yang paling rentan terhadap perubahan teknologi dan membutuhkan dukungan ekstra agar tidak tertinggal dalam proses digitalisasi ini.

Pada akhirnya, Coretax merupakan langkah besar dalam modernisasi perpajakan Indonesia. Namun langkah besar membutuhkan pijakan yang kokoh: kesiapan teknis, pendampingan pengguna yang efektif, serta proses adaptasi yang berkelanjutan. Jika semua elemen ini dapat berjalan harmonis, Coretax bukan hanya menjadi sistem digital baru, melainkan fondasi penting dalam membangun kepercayaan, kolaborasi, dan hubungan yang lebih sehat antara negara dan para wajib pajak.***