Rakyat45.com, Jakarta – Pulau Nusakambangan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, selama ini identik dengan kawasan berkeamanan tinggi dan tempat narapidana kasus berat menjalani hukuman. Namun, di balik citra tersebut, muncul wajah baru yang menunjukkan bagaimana pulau itu kini berkembang menjadi pusat pemberdayaan dan penguatan ketahanan pangan berbasis pelatihan kerja bagi warga binaan.
Di area tambak udang vaname di Pasir Putih, belasan warga binaan terlihat sibuk menyiapkan kolam, memasang terpal, dan memeriksa kualitas bibit udang. Suasana itu mencerminkan perubahan besar: warga binaan kini tak hanya menjalani pidana, tetapi juga memperoleh keahlian nyata yang dapat digunakan setelah bebas nanti.
Salah satu peserta pembinaan adalah Maman, narapidana asal Pekalongan yang kini menjalani masa pidana di Lapas Permisan. Sejak awal Agustus 2025, ia bergabung dalam program budidaya udang vaname. Awalnya ia tak punya pengalaman di bidang perikanan, namun bimbingan petugas dan pelatih membuatnya cepat beradaptasi.
“Kegiatan ini membuat hari-hari saya lebih berarti. Selain belajar banyak hal baru, saya merasa lebih bermanfaat,” ujarnya.
Bagi warga binaan seperti Maman, bekerja di tambak bukan sekadar rutinitas, tetapi juga cara mengusir kejenuhan dan membangun kembali rasa percaya diri. Pelatihan ini bahkan membuka peluang bagi mereka untuk memiliki bekal keterampilan seusai menjalani hukuman.
Maman merupakan bagian dari 228 warga binaan yang mengikuti program pelatihan kerja di Nusakambangan. Kegiatan mereka tersebar di berbagai bidang, mulai dari pertanian, peternakan, hortikultura, produksi pupuk organik, pengolahan hasil perikanan, hingga konveksi dan pelintingan rokok sigaret kretek tangan (SKT).
Seluruh program ini berada di bawah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), yang menekankan pembinaan berkelanjutan serta kemandirian warga binaan sebagai tujuan utama.
Menteri Imipas, Agus Andrianto, menegaskan bahwa Nusakambangan bukan lagi sekadar lokasi pemasyarakatan, tetapi juga laboratorium sosial untuk meningkatkan kapasitas dan kontribusi warga binaan terhadap ketahanan pangan nasional.
“Program ini adalah bagian dari strategi besar memperkuat kemandirian bangsa,” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (5/11/2025).
Ia menekankan bahwa kegiatan pembinaan tidak boleh berhenti pada seremonial saja, melainkan harus terus berjalan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Selain pelatihan harian, program ketahanan pangan di Nusakambangan juga melibatkan proyek strategis nasional berupa penanaman pohon kelapa di lahan seluas 500 hektare. Program ini digarap bersama Bappenas dan Kementerian Pertanian sebagai upaya memperkuat sektor pangan dan agrikultur.
Seluruh kegiatan tersebut melengkapi unit usaha lain yang telah berjalan di lapas-lapas Nusakambangan, termasuk perikanan, pertanian, dan peternakan.
Selain warga binaan, Kementerian Imipas juga melaksanakan pembinaan mental bagi pegawai yang melanggar disiplin sebagai upaya meningkatkan integritas lembaga. Program tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kembali tanggung jawab moral serta menciptakan efek jera bagi pegawai lain.
Hingga kini, terdapat 13 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan dengan berbagai level keamanan, mulai dari minimum hingga maksimum. Dari total luas pulau sekitar 121.000 hektare, sebanyak 48,7 hektare telah dimanfaatkan untuk kegiatan ketahanan pangan.
Pulau ini memiliki geografi unik: dikelilingi hutan tropis lebat dan Samudra Hindia yang dikenal berombak besar. Kondisi tersebut menjadikan Nusakambangan lokasi ideal untuk lapas berpengamanan ketat. Akses publik pun sangat terbatas, hanya bisa masuk dengan izin khusus petugas berwenang.
Nusakambangan telah digunakan sebagai lokasi pemasyarakatan sejak masa kolonial Belanda. Pada 1905, pemerintah Hindia Belanda menetapkannya sebagai kawasan terlarang dan tempat pengasingan bagi narapidana berat. Lapas Permisan yang dibangun pada 1908 menjadi lembaga pemasyarakatan pertama di pulau ini.
Pada dekade 1920-an, kompleks pemasyarakatan diperluas dengan pembangunan Lapas Batu (1925) dan Lapas Besi (1929). Pemerintah Indonesia kemudian menambah Lapas Kembang Kuning pada 1950 dan menjadikan Nusakambangan sebagai lokasi khusus bagi narapidana sulit dibina pada 1983.
Pada masa Orde Baru, pulau ini juga dikenal sebagai tempat penahanan tahanan politik, termasuk mereka yang terkait dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kini, transformasi Nusakambangan terus berjalan. Dari pulau yang dulu sepenuhnya identik dengan pengasingan, kini ia berkembang menjadi pusat pemberdayaan warga binaan dan penguatan ketahanan pangan nasional.
Melalui program yang menyentuh banyak sektor, pemerintah berharap warga binaan dapat kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih mandiri, terampil, dan siap menjalani hidup baru.












