Rakyat45.com, Medan – Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas menegaskan bahwa praktik korupsi kerap berawal dari pelanggaran kecil yang dibiarkan dan dinormalisasi. Karena itu, ia menilai keteladanan para pemimpin dan aparatur pemerintahan menjadi faktor paling menentukan dalam membangun budaya antikorupsi yang kuat dan berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan Rico Waas saat membuka Webinar Antikorupsi yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kota Medan dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025, di Rumah Dinas Wali Kota Medan, Senin (22/12/2025).
Menurut Rico, upaya memberantas korupsi tidak cukup hanya mengandalkan penindakan hukum. Pencegahan harus dimulai dari perubahan pola pikir, pembentukan karakter, serta sikap konsisten para pemimpin dalam menjalankan amanah.
“Budaya korupsi tumbuh dari pembenaran terhadap pelanggaran kecil. Ketika hal-hal sepele dianggap biasa, di situlah masalah besar mulai lahir,” ujarnya.
Rico Waas menilai, persoalan utama korupsi bukan semata keterbatasan ekonomi, melainkan hilangnya rasa cukup dan kuatnya dorongan gaya hidup. Tekanan sosial dan gengsi, menurutnya, sering mendorong penyalahgunaan wewenang di kalangan pejabat.
“Jabatan itu sementara. Yang harus diingat, setiap amanah pasti ada pertanggungjawabannya, bukan hanya di hadapan hukum, tetapi juga secara moral,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa masa depan Indonesia, termasuk target Indonesia Emas 2045, sangat bergantung pada integritas generasi muda saat ini. Namun, generasi tersebut tidak akan tumbuh dengan nilai yang kuat tanpa teladan nyata dari para pemimpin dan aparatur negara.
“Kita tidak bisa menuntut anak muda berintegritas jika yang mereka saksikan justru sebaliknya. Keteladanan adalah pendidikan karakter yang paling efektif,” tegas Rico.
Dalam kesempatan tersebut, Rico Waas mendorong penguatan sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel melalui pemanfaatan inovasi dan teknologi. Meski demikian, ia menekankan bahwa sistem secanggih apa pun tidak akan efektif jika tidak didukung oleh niat yang benar.
“Manipulasi kecil, seperti absensi atau laporan, adalah pintu masuk korupsi. Sistem bisa diperbaiki, tetapi mentalitas harus dibangun bersama,” ujarnya.
Rico juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, perguruan tinggi, hingga masyarakat, untuk bersinergi memperkuat budaya antikorupsi di Kota Medan.
Menurutnya, kepercayaan publik merupakan aset paling berharga dalam pemerintahan. Tanpa integritas, kebijakan dan program pembangunan akan kehilangan makna di mata masyarakat.
“Pemerintahan yang bersih tidak cukup dikampanyekan, tetapi harus dirasakan langsung oleh rakyat,” pungkasnya.
Webinar tersebut menghadirkan narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI serta penyuluh antikorupsi, dan diikuti oleh jajaran perangkat daerah, camat, akademisi, serta berbagai elemen terkait di lingkungan Pemerintah Kota Medan.***












