Rakyat45.com – Pemberkatan pernikahan yang dilakukan oleh Pdt.YW,S.Pdk yang juga seorang ASN di kabupaten Pelalawan Riau dengan sengaja untuk melangsungkan pelayanan Pemberkatan Nikah terhadap warga jemaatnya yang diduga masih belum cerai dengan pasangan sebelumnya, pada pesta pernikahan kedua mempelai atas nama TW dan DRL dilaksanakan di rumah orang tua mempelai perempuan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Kamis, 01/6/2023.
Informasi ini berasal dari salah satu warga desa Merbau yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa pemberkatan pernikahan yang dilakukan oknum pdt.YW,S.Pdk adalah kurang tepat karena sepengetahuan kami mempelai perempuan tersebut belum bercerai terhadap suami sahnya yang Pertama dan tiba-tiba menikah dengan pria lain, ungkap warga.
Mendengar hal tersebut tim wartawan media ini turun memastikan kebenaran dan menjumpai langsung oknum pdt.YW,S.Pdk untuk dikonfirmasi.
Ternyata kejadian itu dibenarkan langsung oleh oknum pdt.GKSI “Saya yang melaksanakan pemberkatan pernikahan itu karena menjalankan tugas pelayanan sebagai pendeta. Kedua mempelai pada saat itu telah memberikan surat pernyataan bahwa apabila dikemudian hari ada gugatan terhadap pernikahan ini maka bersama orang tua mereka akan siap bertanggung jawab,”paparnya dengan jelas.sabtu,08/07/2023.
“Surat pernyataan itu juga dibuat untuk memenuhi syarat pemberkatan pernikahan karena membawa nama kelembagaan dan Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), sebab Gereja ini di beberapa lokasi masih sektor atau pos pelayanan dan sedang On proses untuk pengesahan menjadi jemaat,”kata Pendeta.
Setelah itu tim wartawan media ini mempertanyakan status pendeta tersebut sebagai pegawai negeri sipil yang bisa merangkap jabatan secara bersamaan,sebab untuk menjaga integritas dan tanggung jawab terhadap fungsi dan tugas didapatkan langsung dari dinas atau kelembagaan terkait.
“Saya memang dari kelembagaan sebagai pendeta GKSI yang melayani bertahun-tahun. sebenarnya saya sudah sampaikan terhadap jemaat tetapi mereka tidak mau kalau saya digantikan, begitu juga perintisan masuk di SMK Negeri 1 Pangkalan Lesung sebagai PNS memang ada pro dan kontrak nya,”jelasnya.
Pendeta GKSI tersebut menjalankan dua profesi sekaligus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Atas pemberkatan pernikahan yang di lakukan mengaku bukan merupakan suatu kelalaian karena tidak melihat status mempelai perempuan di kartu keluarga dan KTP, hanya melihat dari fisik saja dan adik-adiknya kelihatannya masih kecil, sehingga bisa di kenal mempelai perempuan tersebut belum pernah menikah, tuturnya.
Menanggapi hal ini, tokoh aktivis dari LSM MITRA berkomentar bahwa tindakan dugaan yang dilakukan oknum pendeta yakni menikahkan pasangan yang belum cerai dengan pasangan yang lain merupakan perbuatan melawan hukum yaitu memaksakan perkawinan, Minggu,09/07/2023.
Di Indonesia, perbuatan memaksakan perkawinan termasuk salah satu tindak pidana kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana tertuang di dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,”Bagi seorang laki-laki haram menikahi seorang perempuan yang sudah bersuami. Begitu juga sebaliknya, seorang perempuan tidak bisa melakukan pernikahan dengan laki-laki lain, ketika ia masih dalam sebuah hungan pernikahan atau masih dalam masa iddah dikarnakan cerai atau meninggal suaminya”, jelasnya.
“Bahwa para lelaki atau suami,juga wanita yang secara diam-diam menikah,tanpa izin dari suami pertama atau suami sah, bisa terjerat pidana hukuman badan atau dijebloskan ke penjara,Tak tanggung-tanggung ancaman hukuman penjara bisa mencapai 7 tahun.”
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan hukum masing-masing agamanya adalah sah. Berarti perkawinan terdahulu yang dilakukan oleh kekasih Saudara adalah sah walaupun hanya dilakukan dengan tata cara perkawinan gereja protestan.
Namun, Pasal 2 ayat (2) UUP menegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 jo Pasal 1 angka 17 UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) bahwa perkawinan adalah salah satu Peristiwa Penting yang wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana (dalam hal ini menurut Pasal 2 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah kantor pencatatan sipil) dengan memenuhi syarat yang diperlukan, jelasnya.(Tim)
BACA JUGA: Koordinator Gawat Menduga Teva Iris Penyusup Saat Demo Sekwan DPRD Kota Pekanbaru
Yuk! baca artikel menarik lainnya dari RAKYAT45.COM di GOOGLE NEWS
2 komentar
Komentar ditutup.