Yogyakarta, Rakyat45.com – Dalam acara Bimbingan Teknis Pengelolaan Destinasi Wisata yang diselenggarakan di Daerah Istimewa Yogyakarta, diselenggarakan di Pendopo Desa Wisata Kalakijo, Jl. Pajangan Desa Kalakijo RT 02, Guwosari, Pajangan, Bantul, Selasa, 12/08/2025
Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY, Agus Budi Rachmanto, menyampaikan pemikiran mendalam tentang pentingnya transformasi dan adaptasi dalam pengelolaan bisnis pariwisata saat ini.”
Dalam paparannya, Agus menjelaskan bahwa dunia pariwisata kini memasuki fase baru yang disebut Transformative Tourism and System.
Menurutnya, sejak tahun 2000 hingga 2020, telah terjadi pergeseran paradigma besar-besaran yang disebut sebagai transisi dari Zero Point 3 menuju Zero Point 5, yang menandai perubahan mendasar dalam cara berpikir dan bertindak dalam dunia bisnis, khususnya pariwisata.
Tahun 2000 kita berada di Zero Point 3, lalu 2010 masuk ke Zero Point 4, dan sekarang di tahun 2020-an kita sudah berada di Zero Point 5. Perubahan ini bukan sekadar teknologi, tetapi cara pandang dan kesadaran kita dalam menjalankan bisnis,” jelas Agus.
Dari Kompetisi ke Kolaborasi
Salah satu pergeseran besar yang ditekankan Agus adalah berubahnya pola bisnis dari kompetisi menjadi kolaborasi. Jika dahulu kesuksesan bisnis ditentukan oleh siapa yang paling unggul, saat ini yang menjadi kunci adalah siapa yang paling mampu berjejaring, berkolaborasi, dan membangun relasi yang kuat.
Dulu kita bersaing, sekarang kita harus bersinergi. Era keterhubungan ini menuntut kita untuk membuka diri, berintegrasi, dan bekerja bersama,” tegasnya.
Contoh paling nyata dari transformasi ini adalah munculnya bisnis-bisnis berbasis platform seperti Gojek dan Traveloka. Mereka tidak memiliki aset fisik seperti pabrik atau hotel, namun mampu menguasai pasar melalui kekuatan jaringan, teknologi, dan nilai tambah yang mereka tawarkan.
Era Keterhubungan dan Energi
Agus juga menyoroti bagaimana era digital telah membawa manusia pada fase everything connected, di mana semua hal terhubung melalui teknologi. Namun, menurutnya, keterhubungan bukan hanya antar perangkat, melainkan juga antar manusia dan nilai-nilai spiritual.
Hari ini bukan hanya produk yang dijual, tapi energi dan cerita di baliknya. Semakin kita mampu menyampaikan nilai, cerita, dan pengalaman kepada wisatawan, semakin kuat daya tarik destinasi kita,” ujarnya.
Dalam bisnis pariwisata, pengalaman (experience) menjadi kunci. Wisatawan tidak hanya ingin melihat tempat, tapi juga merasakan makna dan keterlibatan emosional. Inilah yang membedakan antara produk biasa dan meaningful experience.
Perlu Integrasi antara Materi dan Spirit
Lebih jauh, Agus mengajak seluruh pelaku pariwisata untuk menggabungkan aspek materi dan non-materi, antara ilmu pengetahuan (science) dan spiritualitas.
Kalau kita hanya fokus pada materi, kita akan bekerja keras. Tapi jika kita paham dan mengelola energi serta nilai-nilai spiritual, kita bisa bekerja dengan lebih cerdas dan bermakna,” jelasnya.
“Ia menegaskan bahwa saat ini bukan saatnya lagi bersaing secara egois, melainkan saatnya untuk menyatu dalam visi bersama, menghilangkan kepentingan pribadi, dan membangun ekosistem yang saling mendukung
Setiap fase akan membawa tantangan dan peluang. Jangan abaikan perubahan ini, karena jika kita tidak berubah, kita akan tertinggal,” Papar:Agus
Acara ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi menjadi panggung refleksi bagi pelaku pariwisata untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan. Transformasi bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal cara berpikir, merasa, dan bertindak. Pariwisata masa depan adalah tentang keterlibatan, makna, kolaborasi, dan kesadaran spiritual. “pungkasnya.**(Ags w).