PEKANBARU, RAKYAT45.com – Kamis 20 Februari 2020—“Saya sangat menyayangkan sikap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang tebang pilih dalam penerbitan SK Perhutanan Sosial. Padahal, kami sudah mengajukan usulan Hutan Desa sejak 2016 dan sampai saat ini belum ada kejelasan,” kata Setiono, salah satu anggota Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kampung Rawa Mekar Jaya.
Lanjut Setiono, sejak verifikasi teknis 2017 lalu, masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak masih menunggu respon pemerintah terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) .
Di samping itu, masyarakat telah berbuat banyak untuk menjaga kelestarian hutan alam. Seperti penanaman berbagai jenis tanaman hutan serta aktif patroli antisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Dampaknya, sampai saat ini masyarakat berhasil mencegah dan mengamankan kampung dari bencana Karhutla yang terakhir kali terjadi pada 2016.
Padahal, sebut Setiono, kampung mereka termasuk rawan Karhutla. “Pemerintah juga mengetahui hal itu. bahkan pemerintah tahu apa yang telah diperbuat masyarakat di kampung ini.”
Buktinya, KLHK memberikan penghargaan Kalpataru ke Setiono sebagai pembina lingkungan pada 10 Juli 2019.
Anugerah kehormatan ini diberikan karena, Setiono dinilai aktif memperjuangkan kelestarian lingkungan sepanjang kawasan pesisir Sungai Apit yang rusak parah oleh penebangan liar.
Bersama warga kampung, Setiono membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sejak 2013 dan mengelolanya sampai sekarang. Dia merubah kawasan pesisir yang sempat rusak itu menjadi area konservasi dan pendidikan bagi pelajar, mahasiswa, pegiat lingkungan bahkan jadi lokasi penelitian.
Sebelum itu, Setiono juga pernah terima penghargaan dari KLHK sebagai tokoh pegiat Masyarakat Peduli Api (MPA) karena, Ekowisata Rumah Alam Bakau yang didirikannya mampu menarik warga kampung turut serta dan suka rela mencegah Karhutla.
Tangan dingin Setiono mampu mencapai seluruh kalangan. Dia ingin, semua pihak terutama generasi muda yang akan menerus perjuangannya menjaga alam terlibat langsung.
“Jadi, saya berpikir, untuk apa saya menerima penghargaan itu kalau tidak dipercaya mengelola Hutan Desa yang sudah kami ajukan bertahun-tahun,” keluh Setiono.
Seperti yang diketahui, Presiden Joko Widodo dan Mentri Siti Nurbaya berkunjung ke Riau pada 20 hingga 21 Februari 2020. Salah satu agendanya adalah, akan menyerahkan izin Perhutanan Sosial pada masyarakat di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, Siak.
Setidaknya ada 41 SK seluas 73.670 hektar untuk 21.211 KK yang akan diserahkan.
Diantaranya; 21 SK seluas 55.728 hektar bagi 11.502 pemegang izin hutan desa, 18 SK seluas 17.534 hektar bagi 4.142 pemegang izin hutan kemasyarakatan serta 2 SK penetapan hutan adat seluas 408 hektar bagi 5.248 KK.
Diantara daftar penerima itu, tidak ada SK bagi Masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya.
Menurut Direktur Lingkar Hijau Pesisir (LHP) Syahruddin, KLHK tidak serius menangani usulan Perhutanan Sosial di Riau karena, menelantarkan usulan masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya bertahun-tahun tanpa ada penjelasan pasti.
Syahruddin minta, Presiden Jokowi jangan hanya terima bersih laporan dari KLHK. Presiden harus cek dan tanya langsung sampai ke desa atau kelompok yang mengajukan usulan Perhutanan Sosial, apakah benar-benar berkomitmen jaga hutan. “Jangan datang ke Riau cuma sekedar seremonial saja dan seolah mencitrakan diri berpihak pada masyarakat.”
Lanjut Syahruddin, Siti Nurbaya dan anak buahnya terlalu banyak berkilah mencari alasan.
Mulai karena moratorium perizinan di lahan gambut sampai belum ada aturan Perhutan Sosial di lahan gambut. “ Masalahnya, beberapa usulan yang juga di lahan gambut justru dikeluarkan SK-nya, seperti di Teluk Lanus yang verifikasi lapanganannya bersamaan dengan Rawa Mekar Jaya.” Sekarang, setelah aturan yang membolehkan Perhutanan Sosial di lahan gambut, Siti Nurbaya menjadikan Perda RTRW Riau sebagai alasan untuk memberi harapan palsu pada masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya.
(Indra)