Kampar, Rakyat45.com — Desa Mukti Sari, Tapung, Kampar, berhasil memanfaatkan limbah biogas sebagai peluang ekonomi baru bagi warganya. Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari, Sudarman, bersama para petani lainnya, kini tidak hanya menggunakan biogas untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga memaksimalkan bioslurry—limbah hasil biogas—untuk pupuk organik dan pakan ternak.
Dengan beralih ke biogas dari kotoran sapi, Sudarman berhasil menghemat biaya rumah tangganya secara signifikan. Sebelum menggunakan biogas, ia harus membeli empat tabung gas elpiji 3 kilogram setiap bulan seharga Rp100 ribu. Namun, setelah menggunakan biogas, ia hanya membutuhkan satu tabung gas untuk cadangan, dan biogas pun digunakan untuk penerangan serta memasak. Pengeluaran gas Sudarman kini hanya sekitar Rp20 ribu, menghemat Rp80 ribu setiap bulan.
Selain itu, limbah padat biogas digunakan Sudarman sebagai pakan alternatif untuk ikan, ayam, dan bebek, mengurangi biaya pakan kolam lelenya hingga Rp800 ribu per bulan. Di kebun sawitnya, Sudarman juga mengganti pupuk kimia dengan pupuk organik dari bioslurry, yang mengurangi biaya pupuk bulanan dari Rp6,8 juta menjadi Rp6,1 juta.
“Panen sawit saya semakin meningkat, hasilnya mencapai satu ton per kapling, kadang bisa lebih,” ungkapnya.
Tidak hanya Sudarman, warga lain seperti Mbah Suhada, yang juga menggunakan pupuk organik dari bioslurry, merasakan manfaat yang sama. Produksi sawitnya meningkat, dan kondisi daun sawitnya yang sebelumnya menguning kini lebih hijau dan subur. Hasil panennya yang dulu hanya 700 kilogram kini stabil di angka 1 ton.
Bioslurry ternyata memiliki potensi ekonomi besar. Kelompok Biotama Agung Lestari, cabang dari Kelompok Tani Bhina Mukti Sari, kini mulai memproduksi pupuk organik cair (POC) dan pupuk organik padat (POP) dalam skala besar. POC diproduksi hingga 1.000 liter per bulan dan POP mencapai 4 ton per siklus produksi, meski masih terkendala peralatan.
Program Desa Energi Berdikari (DEB) berbasis biogas di Desa Mukti Sari telah membawa perubahan signifikan. Bahan baku biogas kini diperluas dari hanya kotoran sapi menjadi limbah pasar, limbah tahu, serta kotoran kambing dan limbah pondok pesantren.
“Dengan perkembangan program ini, potensi ekonomi dari bioslurry semakin besar dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan lebih banyak warga desa,” ujar Sudarman.