Jakarta, Rakyat45.com – Dua saksi kunci dari Bank BNI dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, EGH (Wakil Kepala Cabang) dan SVN (Penyelia Marketing), absen dari panggilan pemeriksaan di Polres Jakarta Pusat pekan lalu. Ketidakhadiran mereka memicu langkah tegas dari aparat kepolisian.
Kapitra Ampera, SH LLM, kuasa hukum korban pencemaran nama baik, Astri Febrian Syamir, menegaskan bahwa pihak kepolisian harus segera mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkan surat panggilan paksa sesuai prosedur hukum.
“Kehadiran saksi sangat penting untuk mengungkap fakta dalam kasus ini. Jika mereka terus mangkir, polisi berhak melakukan pemanggilan paksa. Itu sudah diatur dalam hukum,” ujar Kapitra, Minggu (8/12/2024).
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pencemaran nama baik terhadap seorang Kepala Cabang BNI, Klaudia Palealu, yang dituduh menyebarkan tudingan perselingkuhan terhadap salah satu bawahannya. Laporan tersebut telah diterima Polda Metro Jaya dengan nomor: STTLP/B/6713/XI/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 5 November 2024.
Kapitra menjelaskan bahwa laporan tersebut didukung dengan bukti-bukti kuat dan kronologi yang rinci. Ia juga menyatakan bahwa tindakan seperti ini harus menjadi perhatian serius, terutama bagi para pemimpin di perusahaan milik negara.
“Pemimpin tidak boleh sembarangan membuat tuduhan, apalagi tanpa dasar yang jelas. Ini adalah bentuk pencemaran nama baik yang punya konsekuensi hukum serius. Direksi harus segera mengevaluasi perilaku semacam ini,” tegas Kapitra.
Kapitra meminta agar kedua saksi memenuhi panggilan kepolisian demi kelancaran proses hukum. Ia juga mengingatkan bahwa tugas saksi adalah memberikan keterangan jujur sesuai pengetahuan mereka.
“Kalau mereka terus mangkir, itu hanya akan merugikan diri mereka sendiri. Kami berharap kasus ini bisa segera selesai agar keadilan bagi korban dapat ditegakkan,” tambahnya.
Kapitra juga menyoroti pentingnya melindungi hak dan martabat karyawan, terutama perempuan, dalam lingkungan kerja. Ia optimis penyidik kepolisian akan menindaklanjuti kasus ini dengan profesional demi terciptanya keadilan.
“Kita harus memastikan bahwa harkat dan martabat karyawan, terutama perempuan, terjaga. Tidak ada tempat untuk fitnah dan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan kerja,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama terkait etika kepemimpinan di lembaga keuangan besar seperti BNI. Semua pihak kini menantikan langkah selanjutnya dari aparat penegak hukum.