Tangis Sunyi T. Djamidi M. Taib Hasballah: Tanah Diserobot, Hidup Semakin Terjepit

Pekanbaru, Rakyat45.com – Di sudut kecil rumah kontrakan yang sederhana di pinggiran Kota Pekanbaru, T. Djamidi M. Taib Hasballah duduk lemah bersandar pada dinding. Tubuhnya terlihat ringkih, sebagian lumpuh akibat serangan stroke ringan yang dideritanya beberapa bulan terakhir. Sesekali, matanya menerawang jauh, seolah mencari kembali jejak kehidupan yang dulu pernah ia miliki—sebelum semuanya berubah.

Djamidi bukan nama asing di lingkungan tempat tinggal lamanya. Ia dikenal sebagai sosok ulet yang membangun hidup dari nol. Tanah yang ia beli dengan keringat sendiri, lengkap dengan surat-surat resmi, kini menjadi sumber nestapa. Tanah itu, yang seharusnya menjadi warisan dan tempat berlindung di masa tua, diserobot. Ironisnya, pelaku yang ia tuding bukan orang sembarangan: PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

“Saya hanya minta keadilan. Kenapa rumah dan tanah saya, yang saya beli secara sah dan lengkap surat-suratnya, diserobot PHR begitu saja?” keluh Djamidi dengan suara yang bergetar, menahan amarah dan air mata yang hampir tumpah.

Kisah pilu ini tak hanya berujung pada kehilangan harta. Djamidi kini hidup sebatang kara, ditinggalkan sang istri yang tak sanggup menyaksikan tekanan hidup yang terus membelit. Penyakit pun datang, seperti ikut menambah beban. Ia kini bertarung melawan waktu dan harapan di tengah tubuh yang tak lagi kuat.

Laporan pengaduan atas kasus penyerobotan ini telah diterima resmi oleh Polda Riau. Tercatat dalam dokumen bernomor: **LP/B/69/11/2025/SPKT/POLDA RIAU**, tertanggal 7 Februari 2025, laporan itu kini tengah diproses. Sebagai tindak lanjut, Ditreskrimum Polda Riau telah menerbitkan **Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sp.Lidik/65/II/RES.1.10./2025/Ditreskrimum** pada 21 Februari 2025.

Pihak penyidik mengonfirmasi bahwa kasus ini telah masuk dalam tahap **SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan)** dan bukti surat telah dikirimkan ke alamat pelapor.

“Sudah kami kirimkan SP2HP ke alamat yang bersangkutan sesuai dengan data laporan,” ujar salah satu penyidik kepada wartawan.

Namun bagi Djamidi, keadilan belum benar-benar terasa. Surat boleh sampai, tapi kejelasan nasib masih menggantung di udara. Ia masih menunggu, berharap ada cahaya di ujung lorong gelap yang kini membungkus hidupnya.

“Saya cuma ingin hak saya kembali. Saya hanya ingin tenang di sisa umur ini,” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.

isah Djamidi adalah potret kecil dari banyak cerita serupa yang kerap luput dari perhatian publik. Ketika tanah menjadi sengketa dan yang lemah tak punya daya, hukum menjadi satu-satunya harapan yang tersisa. Dan bagi Djamidi, harapan itu belum sepenuhnya padam.**(Made)