Bengkalis, Rakyat45.com – Permasalahan layanan kapal penyeberangan Roro lintasan Air Putih – Sungai Selari terbilang masih sifat sementara dalam penanganan nya. Dalam dialog resmi yang digelar di aula Dishub kab. Bengkalis (16/9/25).
Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Bengkalis menilai Dinas Perhubungan (Dishub) selama ini hanya bersikap reaktif dan gagal menghadirkan solusi jangka panjang bagi masyarakat.
Ketua Umum PMII Bengkalis, Syahrul Mizan, menegaskan bahwa persoalan Roro bukan sekadar soal teknis seperti kapal yang docking atau tiket murah. Lebih dari itu, masalah ini menyangkut lemahnya tata kelola, minimnya transparansi, hingga masih maraknya praktik pungutan liar (pungli), free pass di lapangan dan kondisi dermaga yang kurang efektif sehingga salah satu perusahaan kapal tidak mau menambah armada.
“Dishub selalu bergerak setelah masyarakat resah, padahal seharusnya ada mitigasi atau perencanaan jangka pendek, menengah, hingga panjang. Ini bukti lemahnya manajemen Dishub,” tegas Syahrul.
Dalam dialog terbuka dengan Dishub Bengkalis, DPRD, dan sejumlah aliansi mahasiswa, PMII menilai program e-ticketing yang digagas Dishub tidak cukup menyelesaikan akar masalah. Menurut Syahrul, akar persoalan justru ada pada integritas petugas dan sistem pengelolaan yang tidak transparan bahkan memiliki permasalahan yang kompleks, termasuk soal kapal yang terbatas, pungli, free pass, informasi layanan publik hingga sistem pemeliharaan dermaga.
“E-ticketing hanya solusi teknis. Kalau pengelolaan manajemen pelabuhan roro masih belum benar kemudian kondisi kapal masih berkurang maka krisis ini akan terus berulang dan e-tikecting bukanlah solusi tercepat dalam permasalahan ini,” tambahnya.
PMII bersama mahasiswa lain mengusulkan sejumlah langkah konkret: mulai dari pembentukan posko pengaduan masyarakat, transparansi informasi publik, pembentukan Satgas gabungan bersama mahasiswa, hingga percepatan pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk mengelola Roro secara lebih profesional dan sistem E-Tikecting sebagai penyempurna dari bagian solusi.
Lebih jauh, mahasiswa masih mengingtkan sebelum tenggat waktu 30 hari habis kepada Dishub untuk menunjukkan progres nyata. Jika tidak, PMII bersama elemen mahasiswa lain siap turun ke jalan dan mendesak Kepala Dishub mundur dari jabatannya.
“Cukup sudah masyarakat dikorbankan setiap kali krisis armada. Kalau Dishub tidak mampu menjalankan komitmen, lebih baik mundur saja,” tegas Syahrul.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Bengkalis melalui iyan kancil menekankan pentingnya pengawasan dan sanksi tegas, termasuk kemungkinan dibuatnya regulasi khusus soal penerobosan antrian. Namun, mahasiswa menilai pengawasan saja tidak cukup jika Dishub tidak serius menindaklanjuti.
Dengan situasi yang kian mendesak, PMII menegaskan akan terus mengawal persoalan ini agar tidak berhenti pada wacana. “Ini bukan sekadar soal kapal, ini soal tata kelola pemerintahan dan keadilan publik,” pungkas Syahrul.**