RAKYAT45.COM – Presiden Republik Indonesia Jokowi sangat diharapkan arahkan satuan tugas (Satgas) tim terpadu untuk mensterilkan perbatasan antara Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak, agar konflik antar masyarakat yang kerap muncul akibat adanya indikasi permainan mafia tanah yang dilakukan oleh sekelompok orang segera diselesaikan, demikian harapan Solihin, pengurus Yayasan Solidaritas Pemuda Melayu Peduli Lingkungan Republik Indonesia (Y-SPMPL RI).
Harapan atau aspirasi tersebut bukan tanpa alasan, karena menurutnya persoalan tapal batas antara Kabupaten Siak yang memisahkan diri dari Kabupaten Bengkalis pada tahun 1999 lalu sudah selesai. Salah satu syarat pemekaran saat itu adalah luas wilayah yang mencakup batas-batas wilayah kabupaten pemekaran dengan kabupaten induk, yaitu kabupaten Bengkalis, hingga lahirnya UU RI No. 53 tahun 199 tentang pembentukan berbagai kabupaten, termasuk kabupaten Siak.
Kemudian untuk memudahkan penentuan titik-titik batas antar kabupaten yang dibentuk sesuai undang-undang pembentukan Kabupaten Siak, lanjut Solihin, diterbitkanlah Permendagri Nomor 28 Tahun 2018 tentang batas daerah Kabupaten Bengkalis dengan Kabupaten Siak yang memuat titik-titik koordinat agar mudah diverifikasi melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) atau GPS.
Hanya saja fakta di lapangan batas alam berupa kanalisasi atau jalan belum terbentuk, sehingga peluang tersebut terkesan dimanfaatkan oleh mafia tanah dengan menggunakan berbagai cara seperti pemanfaatan oknum pengurus kelompok tani dan gabungan kelompok tani, serta klausul-klausul sepihak oleh salah satu perusahaan untuk menguasai lahan tersebut, sehingga memunculkan berbagai konflik yang melibatkan banyak orang yang berpotensi pada tindakan anarkisme jika masalah tersebut tidak diselesaikan secepatnya. Jelas aktivis tersebut
Melansir dari Sumber berita cakaplah.com pada tanggal 6 Juni 2023 mengungkapkan bahwa lima penghulu (kepala desa) dari Kecamatan Bungaraya, Kabupaten Siak mengadu ke Gubernur Riau Syamsuar di kediamannya pada hari Senin (5/6/2023).
“Alhamdulillah, kami bertemu dengan Pak Gubernur untuk menyampaikan permasalahan yang ada di kampung kami setelah adanya tapal batas yang sepertinya dibuat sepihak oleh seseorang dan disahkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Dengan adanya tapal batas tersebut, masalah bukannya selesai tapi malah menimbulkan banyak keresahan,” ujar Samsudin, Penghulu Kampung Temusai, seusai pertemuan dengan Gubernur.
Lebih lanjut ia mengatakan ada beberapa hal yang dikhawatirkan dari pembuatan tapal batas tersebut. Ia berpandangan bahwa tapal batas tersebut dibuat secara diam-diam atau sepihak tanpa ada konsultasi dengan masyarakat di wilayah Siak.
“Sebelumnya tidak ada sosialisasi kepada masyarakat kami, baik RT, RW maupun Kepala Dusun, tiba-tiba ada tapal batas yang merugikan masyarakat kami, tentu hal ini harus dijelaskan,” ujarnya. Semua catatan administrasi Desa Temusai sudah lengkap, oleh karena itu, kami bersama penghulu lainnya yang sesuai dengan Desa Muara Dua tidak bisa menerima tapal batas ini, karena jika kami terima, kekacauan akan semakin parah dan bentrokan akan terjadi lagi,” ujarnya.
Ditanya berapa luas tanah masyarakat Temusai atau tanah desa di Kabupaten Siak yang menjadi milik Desa Muara Dua, Samsudin mengaku ada sekitar 6 ribu hektare lebih yang saat ini diklaim menjadi milik wilayah administrasi Bengkalis.
“Sekitar 6 ribu hektare lah. Bahkan pajak PBB-nya pun masih dibayarkan di Kabupaten Siak, tapi lahan itu sekarang masuk ke Muara Dua,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Penghulu Tuah Indrapura, Sodikin. Ia mengaku banyak masyarakat atau tokoh masyarakat di desanya yang tidak mengetahui tapal batas tersebut dan pihak-pihak yang bersangkutan tidak memberikan informasi mengenai tapal batas tersebut, yang akhirnya menjadi polemik antara masyarakat kedua kabupaten.
“Masyarakat kami ingin tapal batas dikembalikan seperti semula. Saat ini kami sedang berjuang dengan bukti-bukti yang ada yang sudah kami serahkan kepada pemerintah Kabupaten Siak bahkan Provinsi Riau. Mudah-mudahan dengan dorongan dari gubernur, akan ada solusi terbaik untuk menyelesaikan tapal batas ini,” harapnya.
Mengomentari pengungkapan kedua penghulu di wilayah administrasi kecamatan Bunga Raya, kabupaten Siak kepada media Cakaplah.com, salah seorang warga kampung muara dua yang tidak mau diungkap identitasnya untuk menjamin keamanannya, berpendapat bahwa ada beberapa hal yang perlu dianalisa bersama, yaitu.
Pertama, adanya kesan seolah-olah Kabupaten Bengkalis mekar dari Kabupaten Siak, bukan Kabupaten Siak yang mekar dari Kabupaten Bengkalis, sehingga terkesan mendorong revisi Permendagri 28 tahun 2018 dan terkesan menginginkan batas wilayah sesuai dengan keinginan mereka dan tidak sesuai dengan dasar pemekaran Kabupaten.
Kedua, terkesan ada kesan bahwa Permendagri No 28 tahun 2018 tentang batas Kabupaten Bengkalis dengan Kabupaten Siak berdiri sendiri, tanpa dikorelasikan sesuai dengan ketentuan dasar UU RI No. 53 tahun 1999 tentang pembentukan berbagai Kabupaten/Kota termasuk Kabupaten Siak, sehingga terkesan menuding bahwa Permendagri 28 tahun 2018 lahir atas kehendak oknum tertentu yang secara diam-diam mengajukannya kepada menteri dalam negeri, Sehingga Menteri Dalam Negeri dianggap mengeluarkan Permendagri 28 Tahun 2018 tanpa dasar, padahal sebenarnya Permendagri 28 Tahun 2018 lahir, untuk memperjelas kembali titik-titik koordinat mengenai batas-batas yang disepakati ketika Kabupaten Siak ingin dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis, sehingga UU No. 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Siak.
Ketiga, berkaitan dengan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Siak atas tanah yang berada di perbatasan kedua kabupaten, tampaknya hal ini akan menjadi bukti untuk membenarkan SKT yang dikeluarkan oleh oknum penghulus tertentu. Perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan apakah objek tanah yang telah diterbitkan SKT tersebut berada di wilayah administrasi pemerintahan desa, di bawah kabupaten mana, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Apakah lahan tersebut berada di Areal Penggunaan Lain (APL) atau di kawasan hutan? “Mungkin kepala desa yang mengeluarkan SKT itu takut, karena dia mengeluarkan SKT di kawasan hutan, sehingga dia berusaha mencari celah untuk melindungi SKT tersebut, dengan membuat modus-modus yang berbeda,” kata orang tersebut.
Selamet, Kepala Desa Sadar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, beberapa waktu lalu dalam pertemuan dengan tim media di Kantor Camat Siak Kecil, mengatakan bahwa persoalan tapal batas antara Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak sudah diselesaikan selama dua periode saat dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Sadar Jaya.
Bahkan menurut cerita beliau pada tahun 2017, ketika warganya yang berjumlah sekitar tujuh puluh orang lengkap dengan senjata tajam dengan sekelompok orang dari Kabupaten Siak yang berjumlah hampir ratusan lengkap dengan senjata tajam, hampir saja terjadi bentrokan berdarah karena tapal batas. Saat itu, untungnya beliau dapat meredam warganya sehingga warganya harus mengalah agar tidak terjadi bentrokan.
Ia khawatir apa yang terjadi pada tahun 2017 lalu bisa terulang kembali jika batas alam antara Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak tidak segera ditetapkan. Ujarnya.
Melihat beberapa fakta kejadian akhir-akhir ini, seperti sekitar 10 hektar kebun sawit warga Muara Dua yang berumur tiga tahun dirusak dan dikuasai oleh sekelompok orang dari wilayah Kabupaten Siak dengan modus Gapoktan, perambahan kawasan HPT seluas 428 hektar yang telah mendapat izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk hutan desa Muara Dua hingga total sekitar 2.800 hektar wilayah desa Muara Dua yang diduga diserobot oleh sekelompok orang dari wilayah Kabupaten Siak, seperti yang dijelaskan oleh ketua BPD Muara Dua (Afik).
Lebih lanjut Afik menjelaskan bahwa kemungkinan terjadinya bentrokan antar masyarakat kemungkinan akan sulit dihindari suatu saat nanti jika masalah tapal batas antara Kabupaten Bengkalis dan Siak tidak segera diselesaikan dengan membuat tapal batas secara alamiah.
Selain di daerah sadar jaya dan muara dua, konflik lahan di perbatasan juga terjadi di daerah sungai nibung dan bandar jaya.
Menurut Agus, mantan BPD Bandar Jaya, kepada tim media ini beberapa waktu lalu mengatakan bahwa wilayah desanya diduga dicaplok sekitar lima ribu hektar oleh sekelompok orang dari wilayah Kabupaten Siak. Saat kejadian pada tanggal 30 Juni 2023 lalu, di RT 17 desa Sungai Nibung, nyaris terjadi tindakan anarkis dari masyarakat terhadap beberapa orang dari pihak perusahaan yang mengklaim bahwa wilayah HGU tersebut dicaplok masuk ke dalam wilayah RT 17 desa Sungai Nibung, kecamatan Siak Kecil, kabupaten Bengkalis, padahal lahan HGU dan wilayah perkantoran perusahaan tersebut berada di wilayah kabupaten Siak.
Menurut Wiji Kaur Pemerintahan Desa Muara Dua kepada tim media beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pihak perusahaan ingin mensurvei lahan di sekitar wilayah RT 17, namun ratusan warga di sekitar RT 17 bersama masyarakat dari Desa Bandar Jaya menolak. Karena masyarakat meyakini bahwa wilayah mereka tidak pernah masuk dalam status HGU perusahaan Wilayah Kabupaten Siak. Untungnya, tidak ada aksi anarkis saat itu.
Dari berbagai sumber yang dihimpun tim media, dapat dikatakan bahwa wilayah 4 desa yang bernaung di bawah Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Siak, lahan dan kawasan hutannya diduga telah dicaplok oleh sekelompok mafia tanah yang bernaung di bawah Gapoktan yang disinyalir berasal dari wilayah Kabupaten Siak.
Indikasinya, tindakan mereka seolah-olah didukung oleh penghulu, dengan menerbitkan sejumlah surat keterangan tanah (SKT) di luar dan di dalam kawasan hutan yang tidak berada di bawah kewenangan wilayah administratif penghulu, hal ini terlihat dari beberapa salinan SKT yang ditemukan tim media.
Bahkan diantara sekelompok orang yang diduga mafia tanah tersebut, ada juga mantan kepala desa (Kades) yang terlibat dan tidak tertutup kemungkinan menerbitkan SKT secara terbalik, jika SKT tersebut diterbitkan ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Kades.
Untuk menghindari bentrokan antar masyarakat dalam jumlah besar di kemudian hari, semua pihak berharap Presiden RI dapat sesegera mungkin menginstruksikan kepada Satgas Terpadu yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, TNI dan Polri untuk mensterilkan perbatasan antara Kabupaten Bengkalis dengan Kabupaten Siak, dengan membuat batas alam berupa kanalisasi dan jalan.
Kemudian membersihkan semua pihak yang terlibat sebagai mafia tanah yang mengatasnamakan Gapoktan dan korporasi sesuai ketentuan hukum.