Harapan Kondusifitas di Balik Rencana Investasi Xinyi dan Penggusuran Rempang

Pekanbaru, Rakyat45.com – Meskipun baru hampir seratus hari sejak pelantikan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, langkah pemerintah Indonesia kini semakin mencerminkan dukungannya terhadap ekonomi kapitalistik. Salah satu bukti nyata dari orientasi tersebut terlihat pasca-kunjungan Presiden Prabowo ke Tiongkok, 4 November 2024, yang diwarnai dengan janji investasi baru senilai USD 10,07 miliar.

Investasi ini diindikasikan berhubungan dengan kelanjutan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City, sebuah proyek yang berpotensi merusak kelestarian ekosistem Rempang, sebuah pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat adat.

Menurut WALHI Riau, kunjungan Presiden Prabowo ke Tiongkok pada 8-10 November 2024 dimungkinkan untuk membahas kelanjutan investasi dari Xinyi Group dalam proyek PSN Rempang Eco-City. Investasi ini mencakup pengembangan energi dan hilirisasi komoditas, yang sebelumnya sudah disinggung dalam beberapa pertemuan.

Terlebih lagi, Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, yang juga menjabat Ketua Dewan Pengawas BP Batam, mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia menginginkan situasi yang kondusif di Rempang agar investasi dari Xinyi Group dapat berjalan lancar.

Bahkan, relokasi yang ditentang keras oleh mayoritas masyarakat setempat kini dianggap sebagai prioritas utama untuk memastikan kelancaran proyek tersebut.

“Informasi ini jelas menyakiti hati masyarakat adat dan tempatan Rempang. Baru seratus hari memimpin, Presiden Prabowo dan jajarannya malah lebih fokus pada mengundang investasi yang justru tidak diinginkan masyarakat. Investasi yang seharusnya membawa kesejahteraan, malah berisiko menggusur dan merampas sumber kehidupan serta identitas mereka sebagai masyarakat adat Rempang,” ujar Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau.

Even menambahkan, harapan agar situasi tetap kondusif dengan desakan relokasi masyarakat yang tegas menolak, ia anggap sebagai bentuk intimidasi. “Ini seperti meminta seseorang yang sedang dirampok untuk tetap tenang dan merelakan harta bendanya.

Begitulah rasanya bagi masyarakat Rempang,” jelas Even, yang menggambarkan betapa beratnya beban psikologis yang ditanggung masyarakat setempat.

Sejak awal proyek PSN Rempang Eco-City diumumkan, masyarakat adat dan tempatan Rempang telah secara jelas menuntut agar mereka tidak digusur. Tuntutan ini tidak hanya ditujukan kepada Pemerintah Indonesia, namun juga kepada pihak Xinyi Group dan Pemerintah Tiongkok.

Masyarakat dan koalisi masyarakat sipil dalam Solidaritas Nasional untuk Rempang mengirimkan surat pada 24 September 2024, yang menuntut agar Xinyi Group membatalkan investasinya di Rempang. Mereka menyampaikan bahwa jika proyek tersebut diteruskan, maka keselamatan mereka akan terus terancam karena adanya tekanan untuk menerima relokasi.

Surat tersebut merupakan bentuk protes kedua setelah sebelumnya masyarakat melakukan aksi unjuk rasa di Kedutaan Tiongkok pada 14 Agustus 2024. Hingga kini, mereka belum menerima respons apapun baik dari Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok maupun Xinyi Group.

“Kami berharap Pemerintah Tiongkok dan Xinyi Group segera memberikan respons terhadap surat kami dan menghentikan investasi mereka di Rempang. Kami juga meminta agar kerjasama investasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan Tiongkok memperhatikan prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent), melindungi hak asasi manusia, serta menjamin kelestarian lingkungan, bukan dengan cara-cara represif seperti yang sedang terjadi sekarang,” tegas Even.

Dengan protes yang terus bergulir, masyarakat Rempang bersama koalisi masyarakat sipil berharap agar suara mereka didengar, dan proyek yang berpotensi menghancurkan mata pencaharian serta identitas mereka segera dihentikan.