Politik

DPRD Riau Bongkar Kebocoran Pajak BBM

44
×

DPRD Riau Bongkar Kebocoran Pajak BBM

Sebarkan artikel ini
DPRD Riau Bongkar Kebocoran Pajak BBM
Ketua Komisi III DPRD Riau Edi Basri Fraksi Partai Gerindra DPRD Riau. (Dok:Instimewa)

Pekanbaru, Rakyat45.com – Dugaan kebocoran pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Provinsi Riau semakin menguat. Pendapatan daerah dari sektor ini dinilai tidak sebanding dengan tingginya aktivitas penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah tersebut.

Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, menyebut rendahnya penerimaan pajak menjadi tanda adanya kebocoran serius dalam sistem distribusi dan pelaporan penjualan BBM oleh perusahaan distributor.

“Kalau kita lihat, potensi Riau seharusnya jauh lebih besar. Tapi penerimaan dari PBBKB justru sangat kecil. Ini menandakan ada kebocoran yang perlu diselidiki secara mendalam,” tegas Edi Basri, Sabtu (4/10/2025).

Sebagai langkah awal, DPRD Riau telah memanggil enam perusahaan besar penyalur BBM, yakni PT Pertamina Patra Niaga, PT Petro Andalan Nusantara (PAN), PT Kosmik Petroleum Nusantara, PT Elnusa, PT Prima Nusantara Service, dan PT Cita Prima Nusantara (CPN). Mereka diminta memaparkan data penjualan serta bukti setoran pajak selama periode Januari hingga Agustus 2025.

Hasil evaluasi sementara memperlihatkan adanya perbedaan mencolok antara data penjualan BBM dan setoran pajak ke kas daerah. Beberapa perusahaan bahkan mengakui masih adanya peredaran BBM melalui jalur tidak resmi atau pasar gelap.

“BBM ilegal dijual tanpa membayar pajak, sementara harganya lebih murah dari pasar resmi. Ini jelas merugikan daerah dan menekan pendapatan dari PBBKB,” ujar Edi.

Dari perbandingan antarprovinsi, Riau terlihat tertinggal jauh. Kalimantan Timur mampu meraup hingga Rp5,2 triliun dari pajak bahan bakar, sementara Riau hanya sekitar Rp1,3 triliun, dan hingga Oktober 2025 baru menyentuh Rp900 miliar.

Edi Basri menegaskan, kebocoran ini harus segera ditangani melalui audit menyeluruh, termasuk mencocokkan volume distribusi dengan kuota yang diterima oleh setiap perusahaan.

“Misalnya, Patra Niaga mendapat jatah 120 juta liter, CPN sekitar 21 juta liter. Data ini harus sinkron dengan realisasi dan setoran pajaknya. Kalau tidak, jelas ada kebocoran,” tegasnya lagi.

DPRD Riau berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan ini bersama instansi terkait, termasuk Dinas Pendapatan Daerah dan aparat penegak hukum. Langkah tegas diperlukan agar potensi kebocoran pajak tidak terus menggerus keuangan daerah.

“Setiap liter BBM yang bocor tanpa pajak berarti kerugian langsung bagi masyarakat Riau. Kami tidak akan tinggal diam sampai kebocoran ini tertutup,” pungkas Edi.