Jakarta, Rakyat45.com – Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, SH, MSc, PhD akrab dipanggil Yasonna. Perjalanannya begitu panjang meniti karir di dunia politik. Ketika duduk di kelas 1 SMA, sang ayah sempat mengutarakan keinginan. Supaya kelak Yasonna dapat menjadi pendeta. Yasonna setuju. Bahkan dia mengikuti kursus bahasa Inggris sistem jarak jauh. Tepatnya di sebuah lembaga kursus di Bandung. Mendapat informasi tentang banyaknya pendeta yang belajar sampai ke luar negeri. Cita – cita untuk sekolah ke luar negeri mulai tumbuh dalam dirinya.
Namun memang menjadi seorang pendeta rupanya bukan takdir hidupnya. Yasonna diajak jalan – jalan ke kampus Universitas Sumatera Utara (USU). Di tahun ketiga kuliah, Yasonna mulai aktif berorganisasi. Beberapa organisasi pernah dia ikuti, antara lain Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tahun 1976. Sementara di internal kampus, Yasonna aktif dalam kegiatan senat mahasiswa, dan sempat menjabat Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Hukum. Yasonna muda sudah mulai tergerak memikirkan eksistensi mahasiswa Nias.
Memasuki tahun keempat perkuliahan, Yasonna mulai mengembangkan sayap menjadi pengacara dengan menangani perkara perdata maupun pidana. Setelah lulus kuliah pada 1978, Yasonna melamar sebagai dosen di Fakultas USU. Akan tetapi ternyata tidak diterima. Tidak mau berputus asa, karir sebagai pengacara independen pun dia lakoni. Kemudian atas rekomendasi Maruarar Siahaan, Yasonna pun diterima bekerja. Yaitu sebagai penasehat hukum Hasan Chandra. Meski sudah diberi rekomendasi, tetap saja dia harus menjalani sebuah tes. Ya sebelum akhirnya resmi diterima sebagai pengacara.
Karir Yasonna lantas berkembang, bukan hanya sebagai pengacara, tapi juga sebagai dosen. Yasonna pun ditunjuk dalam sebuah kepanitiaan kecil. Tepatnya usai proposal yang diajukannya diterima. Ikut menyusun kurikulum perkuliahan. Lalu mengurus izin ke Kopertis. Lebih lagi mengundang dosen -dosen dari Fakultas Hukum USU dan beberapa pengacara profesional. Kesemuanya diajak untuk ikut mengajar di Nommensen. Ketika Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen benar – benar dibuka, Yasonna langsung ditunjuk menjadi Pembantu Dekan I.
Mimpi Yasonna bisa sekolah ke luar negeri pun terwujud. Tahun 1983, Universitas HKBP Nommensen mengirimnya untuk kuliah nongelar di Roanoke College, di Salem, Virginia, Amerika Serikat. Kuliahnya melalui Program Internship in Higher Education Administration. Lulus dari program, Yasonna langsung kuliah S2. Kuliah S2nya juga atas bantuan Universitas HKBP Nommensen, di Virginia Commonwealth University Amerika Serikat. Sekembalinya ke Indonesia, Yasonna terpilih menjadi Dekan Fakultas Hukum. Pada 1998, bergulir Gerakan Reformasi. Atas saran beberapa teman, Yasonna pun terjun ke dunia politik. Kebetulan orientasi politiknya sudah terbentuk sejak masih kuliah di USU. Dia selalu ikut kampanye. Mendukung PDI pada masa pemilu. Maka dia pun mantap bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Berawal pada pemilu 1999. Mengantarkan Yasonna terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (1999- 2004). Mewakili Kepulauan Nias. Disitulah sepertinya dia menemukan panggungnya di bidang politik. Dunia politik benar – benar ditekuninya. Maka dia pun masuk di struktur kepengurusan DPD PDIP sebagai salah seorang wakil ketua. Bahkan, kini sudah menjadi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) selama dua periode. Menjalankan tugas dan amanah dari Presiden Joko Widodo dalam Kabinetnya.
Sebelum menjadi Menkumham, ada cerita yang menyuguhkan berbagai motivasi dan inspirasi. Wajah Nias Batak, Yasonna tidak pernah surut semangatnya. Usai pemilu 1999, dilanjutkan ke pemilu 2004. Dia mengikuti Kursus Guru Kader Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh DPP PDIP. Lalu dia diberi amanah untuk mengkoordinir kursus serupa di tingkat Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, kesibukannya semakin bertambah. Sudah mulai sering diminta oleh DPP PDIP untuk membantu beberapa urusan penting. Seiring dengan itu, jejaringnya pun semakin luas.
Kerja kerasnya berhasil. PDIP mendapat dua kursi di daerah pemilihan.Dia pun melenggang ke kursi istimewa. Dipindahkan ke Daerah Pemilihan Sumut II (meliputi Kepulauan Nias, Tapanuli, Asahan dan Labuhan Batu). Pada periode kedua, karirnya semakin melejit. dia dipercaya menduduki jabatan strategis. Diantaranya Ketua Fraksi PDIP MPR RI dan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI. Dia juga beberapa kali memimpin Panitia Khusus RUU Politik. Dia benar – benar diperhitungkan sebagai politisi yang mumpuni. Dia terkenal sebagai politisi yang handal mengemukakan pendapat. Bicaranya lantang tapi runtut. Memikat orang yang mendengar. Namun tidak asal bicara. Kedalaman ilmu dan kekayaan wawasan membuat setiap pendapat dan pandangannya terasa tajam dan berbobot.
Nama ‘Yasonna Hamonangan Laoly’ mungkin terdengar sedikit berbeda di telinga. Khususnya bagi masyarakat di luar Provinsi Sumatera Utara. Lantaran namanya memadukan unsur bahasa Batak dan Nias. Nama ‘Yasonna’ diambil dari bahasa Nias ‘Yaso Nasa’, artinya ‘masih ada lagi’. Berbekal dari harapan sang ayah. Kelak Yasonna lahir, akan ada kelahiran adik – adiknya. Sedangkan ‘Hamonangan’ dalam bahasa Batak berarti ‘kemenangan’. ‘Laoly’ merupakan salah satu marga dalam masyarakat Nias. Ya, lelaki kelahiran 27 Mei 1953 memang mewarisi gen dari dua etnis yang berbeda. Yakni sang ayah bersuku Nias bernama F. Laoly dan ibu bersuku Batak bernama R. Sihite. Ayahnya berlatar belakang polisi, dengan pangkat terakhir mayor. Lalu menjadi anggota DPRD Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah dari Fraksi ABRI.
Merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Dilahirkan di Sorkam – Tapanuli Tengah. Pada saat dia berumur dua tahun, keluarganya sempat pindah ke Barus – Tapanuli Tengah. Beberapa tahun kemudian, pindah lagi ke Kota Sibolga. Di Sibolga inilah Yasonna menghabiskan masa kecil dan remaja. Rupanya Yasonna pernah bersama ayah, ibu dan adiknya merasakan pilunya kehidupan. Pernah tinggal di sebuah rumah kontrakan. Akan tetapi kemudian sekitar tahun 1960an, diperkenankan untuk tinggal di Asrama Polisi Sambas Sibolga. Tak lama kemudian orang tua mampu membangun rumah sendiri.Berletak di Jalan Jati Nomor 34, Kelurahan Pancuran Kerambil, Kecamatan Sibolga Sambas dibangun rumahnya. Hingga kini masih kokoh berdiri. Namun tetap sederhana, seperti dulu. Disanalah, orangtua Yasonna membesarkan keenam anaknya.
Masa kecil Yasonna berjalan normal sebagaimana anak – anak lainnya. Bermain dengan teman – teman sebaya menjadi rutinitas sehari – hari. Dalam pandangan saudaranya, Imanuel Laoly, Yasonna adalah pria yang baik, rajin dan bertanggung jawab membimbing adik – adiknya. Ada satu kenangan masa kecil yang tak akan pernah dilupakannya. Perjuangan berat kedua orang tua dalam menghidupi keluarga dan menolong sesama. Gaji sebagai anggota polisi tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari. Disela – sela waktu tugas, ayahnya berusaha mencari tambahan uang. Tak lain dengan berdagang minyak goreng. Sang ayah membeli minyak goreng di Toko Berniaga milik saudaranya. Yaitu Ama Ya’aro Laoly di Medan. Kemudian dijual lagi di Sibolga.
Sedari kecil Yasonna sering bersepeda bersama ayah. Sambil menenteng kaleng minyak yang sudah kosong untuk dikirim lagi dengan menggunakan kapal. Merasakan benar kerja keras orang tua demi mencari tambahan uang. Lebih pedihnya, pernah pula makan nasi campur jagung untuk menghemat uang. Perjuangan sang ibu pun tak kalah berat. Hampir setiap hari rumah dikunjungi tamu dari Nias. Sosok sang ayah menyebabkan banyak orang datang dengan berbagai keperluan. Mau tak mau, ibunya harus berpikir keras. Tentu agar penghasilan suaminya dapat mencukupi kebutuhan keluarga sekaligus menjamu tetamu yang datang silih – berganti.
Hal lain yang masih terekam jelas dalam ingatan Yasonna. Adalah betapa orang tuanya selalu berusaha menyekolahkan anak – anaknya ke sekolah terbaik. Meski sekolahnya adalah sekolah swasta. Yang mana terbilang biaya pendidikannya lebih mahal dibanding sekolah negeri. Yasonna sendiri bersekolah di SD Katholik Sibolga, SMP Negeri 1 Sibolga dan SMA Katolik Sibolga.***
Sumber : NAWACITAPOST