Kadisbun Riau: Tata Kelola Berkelanjutan Industri Sawit Sangat Penting

Pekanbaru, Rakyat45.com – Dengan potensi kuat memajukan ketahanan pangan dan energi nasional, tidak dipungkiri dinamika kebijakan dan tata kelola Industri kelapa sawit belum optimal dan menjadi tantangan besar yang dihadapi termasuk oleh Riau.

“Mudah-mudahan Riau bisa lebih baik dalam tata kelola yang berkelanjutan dan berkontribusi lebih besar pada pembangunan ekonomi daerah,” kata Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Provinsi Riau, Syahrial Abdi saat acara buka bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) cabang Riau.

Kadisbun Riau menjelaskan, Pemerintah daerah mendorong pelaku usaha, utamanya perusahaan, bisa lebih taat terhadap peraturan yang ada, salah satunya dengan bergabung dalam asosiasi seperti Gapki yang memiliki komitmen terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.

“Baru25% dari total perkebunan sawit yang ada di Riau yang sudah tertib administrasi, dengan sebagian besar perkebunan belum memiliki izin lengkap,” ungkap Syahrial Abdi

Data dari Badan Informasi Geospasial (BIG) mengungkapkan, luasan perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau 4 juta hektar, sementara izin usaha perkebunan (IUP) yang dimiliki perusahaan seluas 1,4 juta hektar. Adapun data ini belum dikonfirmasi oleh Kementerian Pertanian.

“Jangan ditanya apa kontribusi sawit di Riau saat ini, negara itu punya banyak mandatori untuk industri ini yang ditujukan untuk masyarakat sekitar dan tentunya pembangunan ekonomi daerah, terutama terhadap ketahanan pangan dan energi. Baru-baru ini, semua perusahaan sawit pun berpartisipasi dalam program tanam padi gogo dan jagung bersama dengan TNI dan Polri,” katanya.

Sementara Sekretaris Jenderal Gapki cabang Riau, Dede Putra Kurniawan mengungkapkan, 66 perusahaan kelapa sawit yang merupakan anggota Gapki turut menjalankan program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah dengan melakukan penanaman jagung dan padi gogo.

“Untuk meningkatkan produktivitas industri kelapa sawit Indonesia, pelaku usaha saat ini sedang melakukan penanaman kembali (replanting). Ini menjadi lokasi utama kami untuk tumpang sari padi gogo ataupun tanaman jagung,” katanya.

Dede Putra kurniawan mengatakan, selain tantangan tata kelola yang sedang diperbaiki, ancaman ketersediaan bahan baku minyak sawit masih menjadi masalah nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak sawit nasional mengalami stagnansi akibat usia tanam yang tua dan lambatnya program peremajaan sawit.

Menurut data Gapki, total produksi CPO dan PKO tahun 2024 mencapai 52.762 ribu ton yang lebih rendah 3,80% dari produksi tahun 2023 sebesar 54.844 ribu ton. Sementara total konsumsi CPO dan PKO bulan Desember 2024 mencapai 2.187 ribu ton; lebih tinggi dari konsumsi bulan November yang mencapai 2.030 ribu ton.

Nilai ekspor yang dicapai pada tahun 2024 adalah US$ 27,76 miliar (Rp 440 triliun), yang lebih rendah 8,44% dari ekspor tahun 2023 sebesar US$ 30,32 miliar (Rp 463 triliun). Penurunan nilai ekspor ini akibat merosotnya ekspor secara tahunan sebesar 2.680 ribu ton yaitu dari 32.215 ribu ton pada tahun 2023 menjadi 29.535 ribu ton.