Jakarta, Rakyat45.com – Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) menetapkan satu tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia (PMI) di Myanmar.
“Satu tersangka tersebut berinisial HR (27), seorang karyawan swasta yang berdomisili di Bangka Belitung. Tersangka HR menjanjikan pekerjaan sebagai customer service di luar negeri dengan negara tujuan Thailand,” kata Dirtipid PPA-PPO Brigjen Pol. Nurul Azizah. Jumat (21/3/2025).
Korban yang telah mendaftarkan diri, ternyata diberangkatkan ke Myanmar dan dipekerjakan sebagai pelaku penipuan daring (online scam). Selain itu, korban juga tidak mendapatkan upah sebagaimana yang dijanjikan.
Penetapan tersangka HR, kata Brigjen Pol. Nurul, berawal dari pengembangan hasil asesmen terhadap 699 PMI yang menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar.
Ratusan korban tersebut berasal dari berbagai daerah, di antaranya Sumatera Utara, Jakarta, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan. “Dari 699 orang tersebut, sebanyak 116 orang telah bekerja dalam bidang online scam secara berulang,” ujarnya.
Modus perekrutan yang diketahui dari asesmen adalah dominan korban direkrut melalui media sosial untuk pekerjaan sebagai customer service. Upah yang dijanjikan adalah sebesar 25.000–30.000 baht yang jika dirupiahkan menjadi Rp10 juta sampai dengan Rp15 juta per orang.
Selama melaksanakan pekerjaan di Myawaddy, korban diwajibkan mencapai target tertentu, berupa mendapatkan nomor telepon untuk calon korban online scam. “Apabila tidak mencapai target korban, maka akan mendapatkan hukuman berupa kekerasan secara verbal, nonverbal, dan pemotongan gaji yang telah dijanjikan,” kata Brigjen Pol. Nurul.
Pasal yang disangkakan kepada HR adalah Pasal 4 Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan/atau Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.