Ketua LPKNI Tanggamus Soroti Dugaan Korupsi Dana BOK 2024, Rp241 Juta Lebih Diduga Diselewengkan!

Tanggamus, Rakyat45.com – Polemik dugaan penyelewengan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Tanggamus mencuat ke permukaan. Dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan layanan kesehatan dasar justru diduga disalahgunakan oleh sejumlah Puskesmas. Tak tanggung-tanggung, nilai dugaan penyimpangan ini mencapai lebih dari Rp241 juta.

Temuan ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang baru-baru ini dirilis. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa 23 Puskesmas di Kabupaten Tanggamus terlibat dalam praktik penyimpangan penggunaan dana BOK.

Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) Kabupaten Tanggamus, Yuliar Baro, angkat bicara terkait temuan tersebut. Ia menyoroti adanya dugaan perjalanan dinas ganda yang dibayarkan dari dua sumber anggaran, yakni BOK dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

“Ada belanja perjalanan dinas dobel dalam satu kegiatan, tapi dibayar dua kali dari dua sumber anggaran, BOK dan BLUD. Nilainya mencapai lebih dari Rp41 juta,” ungkap Yuliar Baro, Selasa (6/8).

Tak hanya itu, Yuliar juga mengungkap temuan lebih ironis lainnya. Tiga Puskesmas disebut-sebut mencatat belanja makan-minum fiktif senilai lebih dari Rp200 juta. Padahal, tidak ada kegiatan riil yang dilaksanakan.

“Insentif petugas kesehatan pun bermasalah! Empat Puskesmas salah menghitung insentif UKM karena asal comot formulir lama, tanpa mengikuti aturan terbaru dan keputusan bupati. Alhasil, ada petugas yang kelebihan terima, sementara lainnya justru tak dibayar sesuai haknya,” imbuhnya.

Lebih mencengangkan lagi, Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus mengakui kebenaran temuan tersebut. Mereka bahkan menyatakan sependapat dengan hasil audit BPK dan telah mengembalikan dana fiktif itu ke kas daerah dengan rincian:

Rp33,9 juta dari perjalanan dinas ganda di 21 Puskesmas

Rp200 juta lebih dari belanja makan-minum fiktif

Sisanya dikembalikan langsung oleh enam Puskesmas ke kas BLUD

Menurut BPK, lemahnya pengawasan dari Kepala Dinas Kesehatan, ketidakcermatan pengelola anggaran, dan pelaksanaan kegiatan yang tidak berpedoman jelas menjadi penyebab utama terjadinya penyimpangan. Selain itu, pengisian insentif bulanan disebut tidak mengikuti indikator wajib seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan kategori kesulitan wilayah.

Padahal, regulasi sudah menegaskan bahwa pengelolaan dana BOK harus dilakukan secara transparan, akuntabel, tidak tumpang tindih, serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Fakta-fakta tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan di tengah masyarakat:

Sejak kapan praktik ini terjadi?

Apakah ada unsur kesengajaan dalam penyimpangan ini?

Apakah cukup hanya mengembalikan dana tanpa sanksi?

Yuliar menegaskan bahwa pihaknya tengah mengkaji kemungkinan membawa persoalan ini ke ranah hukum.

“Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan dasar. Kalau dana untuk masyarakat saja dimainkan, ini berpotensi jadi preseden buruk. Karena bukan delik aduan, seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan demi tegaknya hukum dan keadilan,” tegasnya.

Persoalan ini pun telah menyita perhatian publik dan ramai dibicarakan di media sosial, mendorong harapan masyarakat agar ada tindakan tegas dari pihak berwenang terhadap pihak-pihak yang terbukti bersalah.