“Roro Perintis Tasik Gemilang” Simbol Harapan Baru Untuk Daerah Pesisir Kini Jadi Besi Tua

Bengkalis, Rakyat45.com – Disebuah sudut lokasi docking di Desa Sungai Siput Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, tubuh besar sebuah kapal dibiarkan teronggok dalam kesunyian. Cat yang dulu mengilap kini memudar, karat melingkupi lambung, kaca jendela pecah, dan besi-besinya keropos dimakan waktu. Kapal itu bernama Ro-Ro Tasik Gemilang, milik Pemkab Bengkalis.

Dibangun pada era Bupati Syamsurizal, kapal ini digadang-gadang sebagai jawaban atas kebutuhan transportasi laut masyarakat. Dengan anggaran puluhan miliar rupiah dari APBD, Tasik Gemilang diharapkan menjadi kapal perintis yang menghubungkan pulau-pulau kecil dan memperlancar arus barang serta orang.

Saat pertama kali diluncurkan, kapal itu tampak gagah. Wajah-wajah masyarakat penuh semangat, percaya bahwa Tasik Gemilang akan membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik. Nama “Gemilang” dipilih bukan tanpa arti – sebagai simbol harapan baru untuk daerah pesisir yang hidupnya bergantung pada laut.

Namun, beberapa tahun berselang, semua itu tinggal kenangan. Kapal yang pernah menjadi kebanggaan kini hanya tersisa bangkai berkarat. Ia lebih banyak bersandar di lokasi docking ketimbang berlayar, hingga akhirnya benar-benar terbengkalai.

Nuraini, seorang pedagang kecil di pesisir Bengkalis, masih ingat harapan yang dulu sempat tumbuh. “Kami pikir dengan kapal itu, dagangan bisa cepat sampai ke darat, harga lebih bagus, perjalanan pun lebih mudah. Tapi sekarang, jangankan membantu, kapal itu malah menyakitkan hati kalau dilihat,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Dana puluhan miliar rupiah dari APBD Bengkalis – uang rakyat yang dikumpulkan dengan susah payah – hilang begitu saja tanpa manfaat nyata. Warga yang dulu menaruh harapan kini hanya bisa mengelus dada melihat kapal itu membusuk di dermaga.

Nelayan tua bernama Hamdan tak kuasa menahan getir ketika ditanya soal kapal tersebut. “Kalau dana sebanyak itu dipakai buat bangun pelabuhan kecil atau subsidi kapal rakyat, pasti lebih terasa. Sekarang? Lihatlah, kapal besar itu malah jadi besi tua,” katanya lirih. Senin, 15 Sep 2025.

Tasik Gemilang seolah menjadi perintis yang dibuang. Alih-alih menjadi solusi transportasi, kapal itu berubah jadi simbol kegagalan perencanaan. Pemerintah daerah belum memberi jawaban: apakah akan diperbaiki, dialihfungsikan, atau dilepas sebagai rongsokan baja.

Waktu terus berjalan, namun tubuh kapal semakin keropos. Karat menggerogoti hampir seluruh sisi, dek kapal dipenuhi lumut, pintu berdecit tertiup angin. Pemandangan ini seperti luka terbuka yang setiap hari ditonton masyarakat Bengkalis.

Ironinya, di tengah kebutuhan transportasi laut yang masih tinggi, satu aset besar justru dibiarkan hancur perlahan. Padahal, masih banyak anak sekolah yang kesulitan menyeberang, nelayan yang sulit menjual hasil laut, dan warga yang mengandalkan kapal rakyat seadanya.

Setiap kali masyarakat melihat Tasik Gemilang, mereka tak hanya melihat kapal mati. Mereka melihat uang mereka yang hilang, harapan yang dikhianati, dan janji pembangunan yang tak pernah ditepati.

Di musim tertentu, anak-anak muda datang untuk sekadar berfoto dengan latar kapal tua itu. Bagi mereka, Tasik Gemilang hanyalah objek eksotis. Tetapi bagi generasi yang lebih tua, kapal itu adalah pengingat getir: sebuah kebanggaan yang runtuh terlalu cepat.

Kini, kapal bernama “Gemilang” justru berakhir muram. Ia tidak lagi segagah saat diluncurkan pada masa Syamsurizal. Harapan besar yang dulu melekat kini karam, meninggalkan hanya cerita pahit bagi masyarakat pesisir Bengkalis.

Tasik Gemilang telah kehilangan makna dari namanya. Yang tersisa hanyalah tubuh berkarat, janji yang gagal, dan simbol puluhan miliar rupiah APBD yang terbuang tanpa jejak manfaat.

Di lokasi docking, kapal itu masih diam, seolah menunggu takdir terakhirnya: dilelang, dipotong jadi besi tua, atau dibiarkan hilang dalam ingatan rakyat yang pernah menaruh mimpi padanya.**