Dugaan adanya Kebocoran Bansos di Pekanbaru Bakal Diusut, Kajati Riau: Ancamannya Pidana Mati

PEKANBARU, RAKYAT45.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyoroti karut marut pendistribusian bantuan sosial (bansos) saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Pekanbaru. Jika ditemukan ada penyimpangan, Korps Adhyaksa tak segan-segan menjerat oknum terkait dengan hukuman mati.

Dikatakan Kepala Kejati (Kajati) Riau Mia Amiati, persoalan pendistribusian sembako di Pekanbaru dikarenakan adanya ketidaksesuaian data antara yang diajukan RT/RW dengan yang dimiliki Dinas Sosial (Dinsos) setempat. Setidaknya, informasi itu yang didapat Kajati Riau.

“Keluhan dari masyarakat adanya disclaimer data yang tidak sesuai antara yang diajukan masyarakat dengan yang ada di dinas sosial,” ujar Kajati, Mia Amiati, Senin (1/6/2020).

Dengan adanya perbedaan data itu, dimungkinkan terjadinya kebocoran anggaran. Hal itu sebagaimana temuan anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru kala melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang PT Sarana Pangan Mandiri (SPM) di Jalan Pattimura, dan Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Riau, belum lama ini.

Saat itu, legislator menyatakan adanya dugaan kebocoran bansos senilai Rp2,3 miliar. Terkait hal itu, Kajati mengatakan pihaknya belum melakukan pengusutan. “Kalau mengenai itu (dugaan kebocoran bansos, red) belum kami teliti. Tapi kami juga harus punya kewaspadaan, karena bagaimanapun kami melakukan pendampingan itu mencari kebenaran, bukan kesalahan,” beber mantan Wakil Kajati Riau itu.

“Menerapkan apa yang paling benar yang digunakan teman-teman di dinas sosial pada saat melakukan pendistribusian tersebut sehingga mereka punya semangat yang sama untuk bisa menyampaikan. Tidak ada lagi yang berusaha mengurangi nilainya, jumlahnya atau melipatgandakan tidak pada tempatnya,” sambung Kajati.

Saat disinggung soal penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan penyimpangan bansos, terutama saat pandemi Covid-19, Kajati memberikan penjelasan.

“Bisa (dilakukan penegakan hukum). Dalam keadaan khusus sesuai ketentuan dalam undang-undang tindak pidana korupsi, kalau dianggap sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, ancaman pidananya, pidana mati. Karena ada kekhususan,” tegas dia.

Dia pun kemudian memberikan contoh dugaan penyimpangan anggaran saat bencana seperti saat ini. “Misalnya BLT (bantuan langsung tunai, red), BLT disalurkan kepada yang sudah ditentukan dari dinas sosial, tapi ternyata di salah satu RT, dia (oknum pengelola bansos,red) mengambil alih sendiri,” sebut dia.

Disampaikannya lah itu kepada keluarganya, misalnya. Lalu terbukti. Meskipun nilainya tak seberapa, itu ada indikasi bahwa ada perbuatan, ada mainstreanya, dia ada niat jahatnya. Memanipulasi data menurut dia sendiri., Kalau betul-betul ada unsur melawan hukum, kerugian negaranya ada, itu bisa diancam pidana mati,” lanjut Kajati.

Untuk Kota Pekanbaru, Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat dimintai untuk melakukan pendampingan dan pengamanan anggaran penanganan Covid-19. Meski begitu, Korps Adhyaksa Pekanbaru mengaku proses pendampingan dilakukan tidak dimulai saat perencanaan.

“Terkait Covid-19 ini, rata-rata mereka itu (Pemerintah Kota Pekanbaru,red) sudah dalam proses, baru mereka minta pendampingan,” kata Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru, Andi Suharlis.

Dia pun mengaku, pihaknya mendapatkan informasi adanya dugaan pengendapan sembako di Gudang PT SPM. Informasi itu diperolehnya dari pemberitaan media massa.

“Kemudian dugaan pengendapan beras, nanti akan kami pelajari. Kita takut nanti bahwa kemudian ternyata ada anggaran lain yang bukan menyangkut Covid-19,” lanjut Kajari.

“Kalau kemudian pada saat pendampingan itu ada permasalahan di luar pendampingan kita, akan kita tindaklanjuti,” sambung mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung itu.

Sumber:riauin.com