Tersangka Belum Ditentukan dalam Kasus Pengeroyokan di Kampar, Riau: Advokat Minta Kepolisian Bertindak Cepat

Pekanbaru, Rakyat45.com – Kasus dugaan tindak pidana pengeroyokan yang dilaporkan ke Polres Kampar, Kabupaten Kampar, Riau, dengan Laporan Polisi No. LP/B/402/XI/2023/SPKT/Polres Kampar/Polda Riau tanggal 29 November 2023, masih menjadi sorotan. Aparat kepolisian hingga saat ini belum menetapkan tersangka dalam peristiwa tersebut, yang melibatkan seorang klien dengan inisial NA.

Berdasarkan bukti permulaan yang telah dikumpulkan, dugaan kuat terhadap pelaku adalah melakukan tindak pidana pengeroyokan, sesuai dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terhadap Sdr. NA. Kejadian tersebut terjadi pada hari Rabu, tanggal 29 November tahun 2023, sekitar pukul 15.30 WIB, di Jl. Lintas Bangkinang pasir Pangarayan, Silam, Kuok, Kabupaten Kampar, Riau.

Namun, penetapan tersangka dalam kasus ini menjadi hal yang sensitif, mengingat kelayakan dan hak asasi manusia harus tetap terjaga. Menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP, seorang tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, minimal diperlukan 2 alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, sebagaimana yang telah diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014.

Advokat dari klien NA, yakni Kuasa Hukum Nurlena, Afriadi Andika SH.MH, mendesak pihak kepolisian untuk segera melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku. Mereka menyatakan bahwa klien mereka merasa dirugikan secara materiil, imateriil, maupun psikologis akibat peristiwa tersebut.

Komentar dari Komjen Drs, Wahyu Widada, M.Phil, menyatakan pentingnya penanaman nilai integritas di kepolisian dan perlunya pengawasan yang ketat terhadap penyidik dalam menjalankan tugasnya secara responsif, beretika, dan berkeadilan, menuju terwujudnya Polri yang presisi.

Lebih lanjut, Afriadi Andika, S.H., M.H. menyatakan bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat adalah prasyarat utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, proses penyelesaian perkara, termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan, tanpa adanya penyalahgunaan wewenang.

Dalam konteks hukum, fungsi kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi dan melayani masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam rangka memastikan keadilan dan kebenaran, serta menjaga agar tidak ada penyalahgunaan wewenang, masyarakat menuntut agar proses hukum berjalan dengan transparan dan akuntabel, serta tetap memperhatikan hak asasi manusia para pihak yang terlibat dalam proses hukum tersebut.