Nanning Jadi Primadona Kuliner Asia Tenggara di Liburan Hari Buruh

Nanning, Rakyat45.com – Libur Hari Buruh (May Day) tahun ini dimanfaatkan ribuan wisatawan untuk menjelajahi kelezatan kuliner di Kota Nanning, Tiongkok. Ibu kota Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi ini tidak hanya menawarkan pesona wisata, tapi juga sajian khas Asia Tenggara yang autentik, menjadikannya destinasi kuliner yang ramai diserbu pencinta makanan.

Di platform media sosial Tiongkok RedNote, unggahan bertanya soal “kota dengan kuliner terenak di Tiongkok” mendapat ribuan komentar, dengan banyak warganet menjagokan Nanning sebagai juara. Unggahan itu bahkan mengantongi lebih dari 2.400 likes, memperkuat reputasi Nanning sebagai surga rasa.

Letaknya yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN membuat Nanning menjadi pintu gerbang budaya dan kuliner Asia Tenggara. Posisi geografis strategis ini memungkinkan kota tersebut merangkul kekayaan rasa dari negeri-negeri tetangga, menciptakan perpaduan kuliner yang unik dan menggoda.

Wali Kota Nanning, Hou Gang, dalam sebuah acara promosi kuliner menyampaikan bahwa Nanning kini memiliki penerbangan langsung dua arah dengan 10 negara ASEAN. “Warga bisa sarapan laoyoufen di Nanning, makan siang dengan kopi di Hanoi, lalu menikmati durian di Kuala Lumpur saat sore hari,” ujarnya.

Kuliner Asia Tenggara di Nanning bukan sekadar musiman atau bagian dari festival, melainkan sudah menyatu dalam keseharian masyarakat. Salad pepaya khas Thailand, kue tradisional Indonesia, hingga pho ayam Vietnam bersaing populer dengan hidangan lokal seperti bihun siput luosifen.

Sejak digelarnya China-ASEAN Expo pertama pada 2004, geliat restoran Asia Tenggara di Nanning terus meningkat. Pemiliknya berasal dari berbagai latar belakang – warga lokal yang jatuh cinta pada kuliner ASEAN, pelajar internasional yang menetap, hingga keluarga yang merantau dan membuka usaha kuliner.

Salah satu kisah menarik datang dari Wei Zhaoxia, keturunan Tionghoa-Indonesia, yang mengelola toko jajanan Indonesia. Toko tersebut menjadi viral di media sosial karena keaslian rasa dan pilihan bahan yang sehat. Kue lapis, bacang ketan, dadar gulung kelapa, kue ku, dan kue sagu tersaji rapi dengan tampilan menggoda dan makna filosofis yang kuat.

“Saya belajar memasak dari ibu saya. Awalnya hanya untuk tetangga, tapi berkat media sosial, kini pelanggan saya datang dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa Indonesia,” ujar Wei.

Sementara itu, Tonny Tong, warga Malaysia yang juga ahli wine, membuka restoran khas Malaysia di pusat kota. Ia turut mengenalkan wine dari Asia Tenggara kepada publik Tiongkok. “Pasar di sini besar dan potensial. Kerja sama ekonomi antara Tiongkok dan Malaysia membuat usaha lebih mudah dan stabil,” katanya.

Tak heran, pho ayam Vietnam kini nyaris setara pamornya dengan laoyoufen, menjadi pilihan favorit para pekerja karena harga terjangkau dan rasa yang familiar. Bahkan, bagi warga Vietnam seperti Hoang Thi Hue, Nanning terasa seperti rumah kedua.

“Bumbu dan bahan masakan Vietnam mudah ditemukan di sini. Bahkan, restoran Vietnam yang dikelola orang Vietnam juga banyak,” ungkapnya.

Dengan perpaduan cita rasa internasional yang membaur di setiap sudut kota, Nanning benar-benar menjelma menjadi melting pot kuliner Asia Tenggara. Kota ini tak hanya menggoda lidah, tapi juga mempererat hubungan antarbangsa lewat jalan paling nikmat: makanan.