Probolinggo, Rakyat45 – Mengintip lebih dalam ritual selamatan Desa Krejengan, Kecamatan Krejengan, adalah seperti membuka lembaran sejarah yang sarat akan kekayaan tradisi leluhur. Bagaikan mesin waktu yang membawa kita menyusuri lorong-lorong masa lampau, ke era di mana nenek moyang kita hidup.
Coba bayangkan, gunungan sedekah bumi yang diarak warga desa, diiringi peti jodang penuh sesajen dan pusaka desa. Para tetua desa yang menaiki kereta delman dan bendi, menambah nuansa kuno yang begitu terasa. Suara gemuruh kereta kuda yang berderak seakan membawa kita kembali ke masa silam.
Di sudut lain, ibu-ibu desa dengan semangat menabuh kotekan ronjengan, lesung padi yang dipukul berirama, menunggu arak-arakan gunungan dan jodang. Suara tabuhan ini melengkapi kekayaan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Krejengan.
Acara selamatan desa dengan nuansa seperti ini adalah pemandangan langka, terutama di Kabupaten Probolinggo. Meski begitu, budaya dan tradisi selamatan desa masih tetap terjaga hingga kini, menjadi cerminan kuatnya ikatan warga dengan warisan leluhur mereka.
Kepala Desa Krejengan, Nurul Huda, mengenang masa kecilnya saat tradisi kirab jodang dan gunungan sudah menjadi bagian dari kehidupan desa. Meski dulu tak semeriah sekarang, tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari puncak acara selamatan desa yang diwariskan turun temurun.
“Tujuan selamatan desa ini adalah untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT kepada warga Desa Krejengan,” jelasnya dalam sambutannya pada puncak acara selamatan, Minggu (7/7/2024) di Balai Desa Krejengan. “Ini adalah bentuk syukur atas hasil panen, kesehatan, dan rasa aman yang patut kita syukuri melalui kegiatan selamatan desa yang diadakan setiap tahun.”
Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga wujud penghargaan dan rasa syukur atas segala berkah yang diterima. Dengan terus melestarikan tradisi selamatan desa, Desa Krejengan menunjukkan betapa pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan bersama.*(Dy)