Jakarta, Rakyat45.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa impor susu dari Januari hingga Juli 2024 mengalami peningkatan sebesar 7,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa tren importasi susu, khususnya untuk kategori kode HS 0401, menunjukkan penurunan baik secara bulanan maupun tahunan.
Kode HS 0401 mencakup susu dan produk susu yang tidak mengandung tambahan gula atau bahan pemanis. Menurut laporan BPS, impor susu dengan kode HS 0401 mengalami penurunan signifikan, yaitu 48,22% secara tahunan dan 61,58% secara bulanan.
Di sisi lain, impor susu yang termasuk dalam kode HS 0402, yakni produk susu yang dipekatkan dan mengandung tambahan gula atau pemanis, mengalami kenaikan kecil secara tahunan sebesar 0,05% dan bulanan sebesar 3,25%. Namun, secara kumulatif, impor produk ini turun sebesar 14,37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Amalia Adininggar Widyasanti tidak menguraikan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi impor susu tersebut. Data BPS menunjukkan lima negara utama pengirim susu ke Indonesia: Selandia Baru, Amerika Serikat, Belgia, Australia, dan Malaysia. Impor dari Selandia Baru tercatat mencapai US$285,99 juta, turun dari US$343,19 juta tahun lalu. Negara-negara lainnya menyumbang total impor senilai US$80,09 juta dari Amerika Serikat, US$30,34 juta dari Belgia, US$72,24 juta dari Australia, dan US$12,19 juta dari Malaysia.
Terkait dengan program pemerintah yang akan datang, Badan Pangan Nasional (Bapanas) sedang menyiapkan langkah untuk memenuhi kebutuhan program makan siang dan susu gratis yang dijanjikan oleh presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran. Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy, mengungkapkan bahwa impor pangan kemungkinan akan diperlukan untuk mendukung program tersebut. Namun, ia belum bisa memastikan volume atau jenis pangan yang akan diimpor karena perhitungan masih dalam tahap evaluasi.
“Kalau kaitannya dengan program makan siang gratis, memang jika produksi lokal tidak mencukupi, kami harus mempertimbangkan impor. Namun, detail mengenai jumlah dan jenis impor masih dalam perhitungan,” ujar Sarwo Edhy.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan susu dan pangan bergizi untuk program pemerintah, perhatian terhadap stabilitas dan ketersediaan impor akan menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan program tersebut.