Pelalawan, Rakyat45.com – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Pangkalan Kerinci tengah menjadi sorotan publik usai mencuatnya dugaan pungutan liar (pungli) berupa penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa senilai Rp120 ribu per orang. Isu ini memantik reaksi keras dari masyarakat, wali murid, hingga para aktivis di Kabupaten Pelalawan.
Informasi yang diterima, pembelian buku LKS tersebut diduga bersifat wajib. Siswa yang tidak membeli disebut-sebut tidak diizinkan mengikuti proses belajar mengajar. Praktik semacam ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa, apalagi sebagian dari mereka mengaku harus berutang demi memenuhi permintaan tersebut.
“Selama ini kami tidak tahu bahwa jual beli LKS itu dilarang. Kami hanya mengikuti arahan sekolah demi anak kami bisa belajar seperti biasa,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya, Rabu (16/04/2025). Ia menambahkan, beberapa orang tua bahkan terpaksa meminjam uang kepada rentenir untuk membeli buku yang dimaksud.
Pernyataan Kepala Sekolah SMPN 3 Pangkalan Kerinci, Tafsirudin. Ia hanya memberikan pernyataan singkat. “Masalah itu sudah diselesaikan oleh Kadis Pendidikan kepada media lain saat itu, selebihnya saya tidak bisa berkomentar,” ujarnya saat ditemui pada Selasa (15/04/2025).
Sayangnya, upaya konfirmasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pelalawan, Leo Nardo, belum membuahkan hasil. Meskipun telah dihubungi melalui WhatsApp dan dua kali didatangi ke kantornya, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Menanggapi isu ini, Bomen—Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Wartawan Indonesia (DPD GWI) Provinsi Riau—menyampaikan keprihatinannya. Ia menilai praktik tersebut tak hanya melanggar aturan, tapi juga menyakiti hati para orang tua yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
“Dugaan pungli ini sudah berlangsung lama. Kami curiga ada praktik kongkalikong antara pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. Padahal, aturan dengan jelas melarang jual beli buku LKS,” tegasnya.
Bomen merujuk pada Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa buku LKS tidak boleh diperjualbelikan kepada siswa, serta PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan pendidikan. Ia juga mengingatkan bahwa dana BOS telah disediakan untuk pembelian buku dan sarana literasi, termasuk LKS, yang seharusnya dapat dipinjamkan kepada siswa.
“Kami akan meminta surat kuasa dari para wali murid dan membawa kasus ini ke ranah hukum. GWI siap mendampingi hingga kasus ini tuntas sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.