RAKYAT45.COM – Ini sangat penting Presiden Joko Widodo resmi mengizinkan kembali ekspor pasir laut.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
PP tersebut mengatur soal rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Adapun Pasal 9 Ayat Bab IV butir 2 menyatakan pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
Baca Juga: Ratusan Warga Bengkalis Kirim Do’a Khusus Buat MenLHK Usai Kunjungan Jokowi
“Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d, seperti dikutip dari jdih.setkab.go.id, Selasa (30/5/2023).
Dalam Beleid yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu juga menyebutkan bahwa pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut.
Penjualan pun dapat dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Memuji Kinerja Kapolda Riau, Secara Virtual Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-75
Izin tersebut diperoleh dari menteri yang menyelenggarakan penerbitan urusan di bidang mineral dan batubara.
Selain itu, izin pemanfaatan pasir laut juga bisa didapatkan dari gubernur sesuai kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, pelaku usaha yang mengajukan permohonan izin harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.
Dalam permohonanya, mereka wajib menyertakan proposal dan rencana kerja umum yang memuat tujuan dan pemanfaatan pasir laut, mitra kerja, serta lokasi yang menunjukkan letak perairan berupa nama dan titik koordinat geografis.
Selain itu, proposal tersebut juga wajib mencantumkan kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan lalu volume pasir laut, waktu, metode, serta sarana pembersihan hasil sedimentasi di laut.
Kemudian juga melampirkan pernyataan kesanggupan penyelesaian persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu data peralatan pembersihan pasir laut yang memuat jumlah, kepemilikan, dan spesifikasi teknis juga wajib dilampirka
Proposal tersebut juga harus dilengkapi dengan rencana pengelolaan dampak fisik, kimia, biologi, dan sosial.
Serta kelayakan finansial, proyeksi nilai manfaat yang akan diberikan kepada pemerintah, keterangan riwayat pengalaman dalam melakukan usaha pasir laut secara bertanggung jawab, dan dokumen permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 11, pelaku usaha wajib menjamin dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar lokasi pembersihan, keseimbangan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan akses masyarakat sekitar lokasi pembersihan.
Syarat lainnya, pelaku usaha juga wajib melaporkan realisasi volume pengangkutan dan penempatan di tujuan pengangkutan.
Laporan tersebut lalu disampaikan oleh nakhoda kapal pengangkut kepada Kementerian setiap tujuh hari melalui e-logbook pengangkutan hasil sedimentasi di laut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan realisasi volume pengangkutan dan penempatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Selanjutnya, pengekspor pasir laut juga harus menggunakan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Namun jika tidak tersedia awak kapal berkewarganegaraan Indonesia, maka boleh menggunakan awak kapal berkewarganegaraan asing sesuai kebutuhan serta wajib mendapatkan persetujuan dari menteri.
Sebagai informasi, Indonesia sebelumnya melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dalam SK tersebut menyebut alasan larangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Kerusakan lingkungan tersebut berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, yakni belum selesainya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura.
Adapun proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau juga dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Yuk! baca artikel menarik lainnya dari RAKYAT45.COM di GOOGLE NEWS