Langkah Nyata dalam Menghadapi Perdagangan Manusia di Indonesia

Jakarta, Rakyat45.com – Perdagangan manusia terus menjadi momok serius bagi Indonesia. Menyadari urgensinya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI) menggelar diskusi publik bertajuk “Mendorong Penyusunan Peta Jalan Pencegahan dan Penanganan TPPO Berbasis HAM”. Acara yang berlangsung di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, pada Sabtu (7/12/2024) ini bertujuan menciptakan strategi terpadu dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menegaskan bahwa perdagangan manusia tak pandang bulu, menyasar semua kelompok, baik laki-laki, perempuan, hingga anak-anak, khususnya dari kalangan ekonomi lemah.

“Perdagangan manusia adalah kejahatan serius yang menjangkiti berbagai kelompok, tak hanya di Indonesia tapi juga secara global. Korbannya mencakup anak-anak, perempuan, hingga masyarakat dari lapisan ekonomi menengah,” ungkap Atnike.

Data dari Global Slavery Index menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam 10 besar negara dengan jumlah korban perbudakan tertinggi di dunia. Selain itu, Kementerian Luar Negeri mencatat lebih dari 1.200 pekerja migran Indonesia menjadi korban penipuan TPPO di Asia Tenggara selama 2020-2022.

Salah satu tantangan yang disoroti adalah tingginya jumlah calon pekerja migran non-prosedural yang menjadi korban TPPO. Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan pentingnya memperkuat kerja sama lintas lembaga untuk mengatasi masalah ini.

Menteri Pelindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menyebutkan bahwa pekerja migran non-prosedural menyumbang sebagian besar kasus TPPO.

“Mayoritas korban TPPO adalah pekerja migran yang tidak melalui prosedur resmi. Sekitar 60-70% korban adalah PMI non-prosedural. Kami sedang mendorong pembentukan satuan tugas lintas lembaga untuk menangani persoalan ini secara komprehensif,” ujar Karding.

Selain itu, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah, menyoroti minimnya kerja sama bilateral Indonesia dengan negara-negara tujuan pekerja migran. Dari 189 negara penempatan pekerja migran, Indonesia hanya memiliki Nota Kesepahaman (MoU) dengan 13 negara.

Anis juga menyinggung masalah restitusi bagi korban TPPO. Menurutnya, meskipun proses hukum berhasil menuntut ganti rugi miliaran rupiah, dana yang diterima korban sangat minim.

“Korban hanya mendapatkan Rp132 juta dari total restitusi Rp3,2 miliar yang dituntut. Ini karena banyak pelaku utama tidak tersentuh hukum,” jelas Anis.

Sebagai langkah solutif, Komnas HAM merekomendasikan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Diskusi publik ini menjadi awal dari komitmen bersama untuk memerangi perdagangan manusia di Tanah Air. Dengan sinergi semua pihak, diharapkan peta jalan yang dihasilkan mampu melindungi hak asasi manusia dan memutus rantai perdagangan manusia.